(IslamToday ID) – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa MPR RI tidak dapat menginisiasi sebuah proses amendemen, tetapi merespons usulan amendemen jika sudah diajukan dan memenuhi persyaratan administrasi maupun substansi.
“Wacana amendemen terbatas terhadap UUD NRI Tahun 1945 yang pada mulanya ditujukan untuk menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), ternyata berkembang dan terus ‘digoreng-goreng’ menjadi isu yang semakin luas. Salah satunya dikaitkan dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden, padahal Presiden Jokowi mengatakan dirinya bakal taat pada konstitusi,” kata Bamsoet, Kamis (31/3/2022).
Ia menjelaskan, jika tetap ada pihak yang meminta penambahan masa jabatan presiden, maka harus melalui jalur konstitusi dengan mengajukan permohonan amandemen UUD NRI 1945 terlebih dahulu.
Menurut Bamsoet, tahapan amandemen UUD NRI 1945 itu diatur dalam Pasal 37 UUD 1945 dan Pasal 101 sampai dengan Pasal 109 Peraturan MPR RI No 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.
“Posisi MPR akan selalu tegak lurus pada prinsip negara hukum sesuai ketentuan Pasal 1 Ayat 3 UUD NRI Tahun 1945, serta taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Namun, menurut Bamsoet, apabila merujuk pada Pasal 37 UUD NRI 1945, peluang amandemen itu terbuka, bahkan diatur dengan rinci tentang tata cara pengusulan amendemen perubahan pada pasal-pasal UUD NRI 1945.
Hal itu, menurutnya, sebagaimana perubahan yang terjadi beberapa kali pada UUD NRI 1945 pasca reformasi, dari naskah aslinya melalui amendemen pertama hingga amendemen keempat yang dilakukan dalam Sidang Umum MPR pada 1-11 Agustus 2002.
“Perubahan terakhir tersebut meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta satu butir yang dihapuskan. Proses amendemen terhadap UUD perlu diawali hadirnya konsensus dan komitmen, khususnya dari unsur partai politik, mengingat sebagian besar anggota MPR (575 dari 711, atau 80,8 persen) adalah anggota DPR yang berasal dari partai politik,” katanya.
Ia menjelaskan, permohonan perubahan UUD NRI 1945 dapat diajukan kepada pimpinan MPR oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR (237 anggota), diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
Menurutnya, usul perubahan tidak dapat diubah, diganti, dan/atau ditarik setelah 3 x 24 jam semenjak usul disampaikan kepada pimpinan MPR. “Dalam waktu paling lama 30 hari, pimpinan MPR menyelenggarakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan kelompok DPD untuk memeriksa usul perubahan tersebut,” ujarnya.
Bamsoet mengatakan, proses selanjutnya pimpinan MPR menyelenggarakan rapat gabungan untuk menginformasikan dan memutuskan tindak lanjut atas usul perubahan tersebut. Menurutnya, apabila usul ditolak misalnya, tidak memenuhi syarat jumlah pengusul, harus diberikan penjelasan tertulis kepada pengusul.
Namun ia mengatakan jika usulan diterima, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR dalam kurun waktu paling lama 60 hari.
“Seluruh anggota MPR menerima salinan usul perubahan yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan tersebut, paling lambat 14 hari sebelum diselenggarakan Sidang Paripurna MPR,” ujarnya.
Bamsoet menjelaskan, dalam Sidang Paripurna MPR setidak-tidaknya dilaksanakan tiga agenda yaitu pertama, pengusul menjelaskan usulan yang diajukan beserta alasannya. Kedua, fraksi dan kelompok DPD memberikan pemandangan umum terhadap usul perubahan tersebut. Dan ketiga, pembentukan panitia ad hoc untuk mengkaji usulan tersebut dalam jangka waktu yang disepakati.
“Dalam Sidang Paripurna MPR berikutnya, yang dihadiri minimal 2/3 jumlah anggota MPR (474 anggota), panitia ad hoc menyampaikan hasil kajian. Selanjutnya fraksi dan kelompok DPD memberikan pandangan umum terhadap hasil kajian tersebut,” katanya.
Menurutnya, putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen ditambah 1 anggota dari seluruh anggota MPR, yaitu 357 anggota MPR.
Ia mengatakan, apabila usulan tidak mendapat persetujuan dari minimal 50 persen ditambah 1 anggota MPR maka usulan ditolak dan usulan tersebut tidak dapat diajukan kembali pada masa keanggotaan yang sama.
Selain itu, menurutnya, usul perubahan tidak dapat diajukan dalam 6 bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR, artinya batas waktu terakhir adalah 31 Maret 2024. [wip]