(IslamToday ID) – Presiden Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No 2 Tahun 2022 terkait percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Beleid itu diterbitkan Jokowi usai mengungkapkan kekesalannya karena Indonesia masih dibanjiri produk impor.
Inpres No 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu diteken Jokowi pada 30 Maret 2022.
Beleid tersebut ditujukan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Sekretaris Kabinet (Seskab), Kepala Staf Kepresidenan (KSP), para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), Jaksa Agung RI, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, para Gubernur, serta para Bupati/Walikota.
Tujuan diterbitkannya Inpres produk dalam negeri ini adalah sebagai dukungan untuk mencapai target belanja APBN dan APBD tahun anggaran 2022 paling sedikit Rp 400 triliun untuk produk dalam negeri dengan prioritas produk UMKM.
Lebih lanjut, dalam Inpres tersebut presiden memberikan sejumlah instruksi di antaranya:
1. Merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasikan paling sedikit 40 persen nilai anggaran belanja barang/jasa untuk menggunakan produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
2. Mendukung pembentukan Tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) pada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
3. Menyusun roadmap strategi peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi, termasuk roadmap peningkatan jumlah produk dalam negeri menuju 1 juta produk tayang dalam katalog elektronik (e-katalog).
4. Menyampaikan program pengurangan impor paling lambat pada tahun 2023 sampai dengan syo (5 persen) bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang masih melakukan pemenuhan belanja melalui impor.
5. Menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) paling sedikit 25 persen apabila terdapat produk dalam negeri dengan penjumlahan nilai TKDN dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan minimal 40 persen.
6. Mendorong percepatan penayangan produk dalam negeri dan produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi pada katalog sektoral/katalog l [wip]