(IslamToday ID) – Pakar hukum pidana Muhammad Taufiq mengkritik pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang menyebut di TAP MPRS XV/1966 tidak ada larangan keturunan anggota PKI untuk menjadi TNI. Sehingga Andika pun mengizinkan keturunan PKI mendaftar sebagai anggota TNI.
“Andika hanya mengutip kulit luarnya TAP MPRS XV/1966, namun dia lupa kalau pada masa pemerintahan Pak Habibie, negara ini punya produk hukum yang luar biasa, yaitu diundangkannya UU No 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara,” ungkap Taufiq, Selasa (5/4/2022).
Menurutnya, selain TAP MPRS XV/1966, Indonesia juga memiliki UU No 27 Tahun 1999 itu untuk memberangus komunisme. “Ini bisa dikatakan sebagai aturan kedua yang digunakan negara untuk memberangus komunisme yang dimasukkan ke dalam pasal KUHP pasal 107,” kata Taufiq.
“Sangat disayangkan kalau seorang jenderal terburu-buru begitu. Apapun namanya kalau sudah disebut jenderal, apalagi jenderal lengkap bintang empat itu referensinya harus banyak,” tambahnya.
Ia kemudian mengutip sejumlah pasal dalam UU No 27 Tahun 1999 tersebut. Misalnya, di pasal 107 a berbunyi “Barang siapa yang melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dipidana penjara paling lama 12 tahun”.
“Semoga Andika baca ini (undang-undang). Jangan buru-buru meskipun sebentar lagi pensiun (2 Desember 2022), seolah-olah ditarget harus menyampaikan sesuatu,” ujar Taufiq.
Kemudian di pasal 107 c berbunyi “Barang siapa melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisisme-leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda dipidana penjara paling lama 15 tahun”.
“Ini riil undang-undang ini, Andika saja yang tidak tahu,” tambahnya.
Kemudian ia kembali mengutip di pasal 107 d yang berbunyi “Barang siapa melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana penjara paling lama 20 tahun’.
Taufiq menduga pernyataan Andika itu sudah diskenario dan sangat terkait dengan wacana-wacana mengubah Pancasila menjadi trisila atau ekasila.
“Dari fakta ini jelas kepada kita, bahwa mengembangkan, memfasilitasi, atau berkeinginan mengubah Pancasila itu bisa dipidana 20 tahun. Nah terkait dengan pernyataan Andika itu bisa dilihat di pasal 107 e,” ungkap Taufiq.
Ia melanjutkan, pasal 107 e berbunyi “Pidana penjara paling lama 15 tahun dijatuhkan untuk mereka yang mendirikan organisasi yang diketahui atau diduga menganut ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk perwujudannya, mereka yang mengadakan hubungan dengan atau yang memberikan bantuan kepada organisasi baik di dalam maupun luar negeri yang berasaskan komunisme/marxisme-leninisme atau dalam segala bentuknya, dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintahan yang sah”.
“Jadi Andika ini seperti mahasiswa yang baru tingkat persiapan, dia tidak melihat undang-undang itu secara utuh. Dia hanya melihat TAP MPRS XV/1966. Kan sama saja dengan yang mengatakan di Quran itu tidak ada (aturan) kalau masuk masjid itu sepatu harus dicopot, kan tidak begitu tafsirnya,” jelas Taufiq.
Ia kemudian menyarankan agar Andika mestinya bicara tentang TNI bukan soal undang-undang. Misalnya bicara tentang penataan internal TNI atau terkait dengan musuh negara.
“Ini sama sekali tidak bicara kaitannya dengan musuh negara. Di Papua itu ada musuh negara, bahkan dua hari kemarin seorang tentara, istri, dan anaknya disembelih, lha dosanya apa? Dan kenapa itu tidak diperbincangkan dalam dialog Andika?” ujar Taufiq heran. [wip]