(IslamToday ID) – Pakar ilmu komputer Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Setiawan Hadi menyatakan kepolisian terlalu dini mengungkap identitas terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando yang diketahui menggunakan teknologi face recognition.
Ade Armando, Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS), dikeroyok sekelompok orang dalam aksi demo di kompleks Gedung DPR-RI, Senin (11/4/2022). Sejumlah orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka lewat teknologi pengenalan wajah namun kemudian diralat polisi.
“Iya polisi terlalu dini (menyimpulkan hasil identifikasi face recognition). Mungkin tekanan dari masyarakat ingin tahu siapa sih (pelakunya),” ujar Setiawan seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (15/4/2022).
Pakar IT yang juga fokus pada Artificial Intelligent (AI) itu mengatakan bagi orang yang berkecimpung di citra digital pasti tak akan langsung percaya pada gambar yang beredar di media sosial, karena bisa dimanipulasi.
Ia menjelaskan seharusnya kepolisian tak langsung mempercayai mesin atau face recognition untuk mengungkap terduga pelaku pengeroyokan.
Ia menyarankan melakukan verifikasi sebelum mengungkap indentitas terduga pelaku ke publik meskipun berasal dari data base biometrik kepolisian.
“Perlu check and recheck dan enggak boleh langsung di-publish. Kalau di-publish kan polisi lain langsung action, nah ini enggak boleh langsung percaya,” ujarnya.
Setiawan menjelaskan identifikasi wajah menggunakan teknologi face recognition terbilang cepat, hanya dalam hitungan jam.
Hal itu lantaran kecanggihan algoritma yang diajarkan untuk memahami wajah manusia, berdasarkan database yang bentuk wajah manusia.
“Soal cepat sih dua sampai tiga jam bisa dapat (identitasnya). Tapi benar tidaknya itu perlu ada orang yang memeriksa,” kata Setiawan.
Polisi menggunakan metode face recognition untuk mengidentifikasi para pelaku pemukulan dan pengeroyokan Ade.
Berdasarkan metode itu teridentifikasi enam terduga pelaku yakni, Komarudin, Muhamad Bagja, Dhia Ul Haq, Abdul Latip, Abdul Manaf, serta Ade Purnama. Namun kepolisian mengaku keliru menetapkan status terduga pelaku pengeroyokan Abdul Manaf. [wip]