(IslamToday ID) – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menyatakan transformasi militer di Indonesia tidak cukup hanya sampai tahun 2045. Menurutnya, peta jalan transformasi perang darat harus dibuat hingga 2070.
“Disadari bahwa untuk membangun angkatan bersenjata, untuk melakukan transformasi militer tidak cukup hanya sampai 2045. Peta jalan transformasi perang darat sebetulnya tembus sampai tahun 2070,” kata Andi saat diskusi panel orasi ilmiah dan peluncuran buku dalam rangka HUT ke-57 Lemhannas, Kamis (19/5/2022).
Menurutnya, peta jalan transformasi perang darat tersebut menggambarkan kebutuhan angkatan bersenjata untuk melakukan modernisasi dan peningkatan kemampuan mengadopsi teknologi militer terkini dengan cara membangun kemandirian pada industri pertahanan.
Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Jokowi pada HUT ke-67 TNI, yang meminta TNI melakukan transformasi pertahanan sebagai kelanjutan dari proses reformasi militer untuk membentuk kekuatan pertahanan di Indonesia.
Namun, kata Andi, jika dilihat dari data dan indeks beberapa lembaga kajian, kemampuan Indonesia untuk mengadopsi teknologi, khususnya bidang baru seperti siber, artificial intelligence (kecerdasan buatan), nano, dan antariksa, masih berada di angka 2 dengan skala skor 1-5.
“Salah satu masalah dasarnya itu memang alokasi sumber daya kepada bidang riset pengembangan, bukan hanya tentang risetnya, tapi juga tentang penyiapan sumber daya manusianya,” ujarnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Pada 5 Oktober 2021, Presiden Jokowi secara formal menggunakan dua terminologi baru dalam khazanah kebijakan pertahanan di Indonesia. Terminologi pertama adalah transformasi pertahanan atau defense transformation menekankan kelanjutan dari reformasi militer atau military reform.
Lalu yang kedua dan khusus digunakan oleh Jokowi adalah menggunakan terminologi kekuatan pertahanan Indonesia yang diterjemahkan menjadi Indonesia Defense Force.
“Itu terminologi spesifik yang akhirnya mengharuskan Indonesia untuk melakukan perubahan paradigmatik, yakni bagaimana kita melihat revolusi organisasi militer Indonesia,” kata Andi.
Dalam kesempat itu, Andi mengatakan pemindahan Ibukota Negara (IKN) juga perlu disertai dengan perubahan paradigma pertahanan.
Ia menyebut selama ini, pertahanan Indonesia cenderung berfokus pada pertahanan berbasis darat dengan mengandalkan strategi pertahanan mendalam (in-depth defense). Paradigma ini dinilai tidak lagi optimal karena tidak sejalan dengan posisi geografis serta topografi Ibukota Nusantara.
“Secara geografis, Nusantara memiliki kerentanan tinggi terhadap ancaman eksternal, khususnya yang bersumber dari udara. Oleh karena itu, kapasitas anti-access atau area-denial di sekitar IKN perlu diperkuat,” kata Andi.
Meski rentan terhadap ancaman udara, katanya, bukan berarti pertahanan berbasis darat dan laut di kawasan IKN Nusantara dikesampingkan. Menurutnya, tantangan ke depan adalah membentuk doktrin pertahanan di ibukota.
“Tantangan terbesar adalah bagaimana kita membentuk segera doktrin pertahanan ibukota, menggelar kekuatan darat, kekuatan laut, pada saat nanti perang pertama dan perang utamanya bersifat aircentric,” kata Andi. [ant/wip]