(IslamToday ID) – Komnas HAM menyatakan tak ada tindakan penganiayaan terkait dengan tewasnya Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat atau Brigadir J, melainkan luka tembak.
Hal ini didapatkan usai Komnas HAM mendatangi rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“Indikasi penganiayaan atau penyiksaan tidak ada. Ya dari keterangan itu, ya memang luka tembak aja,” ujar Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dikutip dari Sindo News, Selasa (16/8/2022).
Ia menyampaikan indikasi penganiyaan pada Brigadir J sangat kecil. Hal ini berdasarkan berbagai keterangan yang telah dikumpulkan berikut rentetan kejadian tewasnya Brigadir J.
“Terkait dengan penganiayaan, jadi kami tidak menemukan indikasi terkait penganiayaan. Ini tentu saja didasarkan pada keterangan yang ada di Komnas HAM plus dari soal rangka waktunya. Artinya dari CCTV ini itulah kemudian indikasi soal penyiksaan itu menjadi sangat kecil,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Beka, Komnas HAM telah mendapatkan sejumlah keterangan atas tewasnya Brigadir J. Mulai dari jumlah peluru yang dilepaskan hingga jenis senjata yang digunakan.
“Indikasi penyiksaan itu nggak ada. Indikasi ya belum sampai pada kesimpulan, tapi kemudian dari balistik kami sudah dapat keterangan terkait dengan pelurunya, jumlahnya berapa dan ini dicocokkan dengan senjata yang digunakan, peluru yang ditembakkan, sampai berapa luka yang ada di jenazah,” tuturnya.
Namun kini pihaknya mengaku masih mendalami peristiwa tersebut. Termasuk keterangan yang didapatkan dari Ferdy Sambo yang kini menjadi tersangka kasus penembakan Brigadir J.
“Ini sedang kami dalami siapa saja yang melakukan penembakan itu, apa Richard sendiri atau dibantu yang lain atau ada yang memerintahkan kita sedang dalami. Keterangan Pak Ferdy Sambo ketika dimintai keterangan oleh Komnas, dia yang bertanggung jawab. Nah ini kan pokok pentingnya kan di situ,” pungkasnya.
Sementara, Komnas HAM menyakini adanya dugaan kuat atas pelanggaran HAM terkait upaya penghalangan proses hukum atau obstruction of justice.
“Banyak hal yang ini semakin membuat terangnya peristiwa. Salah satunya yang paling penting yang kami dapatkan adalah semakin menguatnya indikasi adanya obstruction of justice. Jadi bingkai hal yang penting yang didapat oleh Komnas HAM itu obstruction of justice-nya juga semakin terang benderang,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Ia menyampaikan, Komnas HAM telah mencocokkan sejumlah data yang telah dikumpulkan. Serta telah meminta keterangan dari tim Dokkes hingga Labfor Polri pada saat memeriksa TKP tewasnya Brigadir J.
“Jadi kita lihat beberapa hal penting termasuk juga perbedaan-perbedaan, karena kami menggunakan beberapa data yang sudah kita dapatkan beberapa waktu yang lalu. Terus kita cek di TKP, termasuk juga kita nanya ke Dokkes, Inafis, Labfor, karena tiga tim juga menyertai kami langsung memberikan penjelasan dan salah satu temuan yang kuat indikasi obstruction of justice itu semakin terang benderang,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Anam, Komnas HAM turut menduga adanya pelanggaran HAM terkait upaya penghalangan proses hukum atau obstruction of justice pada kasus yang menyeret Ferdy Sambo tersebut.
“Jadi yang Bharada E juga sama, indikasi sangat kuat, adanya obstruction of justice, mulai dari kisah Magelang, Saguling sampai TKP, itu semua kita uji dengan dokumen-dokumen, foto-foto percakapan-percakapan yang juga kami dapat,” tuturnya.
“Salah satu yang kita dapat dari penyandingan-penyandingan dan konfirmasi-konfirmasi dari dokumen sebelumnya, itu indikasi adanya obstruction of justice. Semakin lama semakin terang benderang, semakin kuat pelanggaran HAM terkait obstruction of justice,” tambahnya. [wip]