ISLAMTODAY ID-Tentara terakhir yang tergabung dalam operasi Barkhane Prancis di Mali meninggalkan negara Afrika itu setelah hampir satu dekade.
Prancis mengatakan bahwa semua pasukannya yang memerangi pemberontakan dan berlangsung lama di Mali sejak 2013 kini telah meninggalkan negara itu.
Langkah tersebut menyusul keputusan Presiden Macron pada Februari untuk menarik diri karena memburuknya hubungan antara Paris dan Bamako.
Prancis dan sekutu militernya mengatakan pada hari Senin (15/8) bahwa setelah hampir satu dekade berbasis di Mali memerangi pemberontak di sekitar Afrika Barat, mereka akan pindah ke Niger.
“Sejak pagi ini … pemindahan ini telah efektif dengan kepergian tentara Prancis terakhir dari Operasi Barkhane dari Mali,” ungkap Élysée Palace dalam sebuah pernyataan.
“Prancis tetap terlibat di Sahel, di Teluk Guinea dan wilayah Danau Chad dengan semua mitra berkomitmen untuk stabilitas dan memerangi terorisme,” ujarnya, seperti dilansir dari TRTWorld, Senin (15/8)
Kudeta di Mali, Chad, dan Burkina Faso telah melemahkan aliansi Prancis di bekas koloninya.
Lebih lanjut, menguatkan kelompok pemberontak yang menguasai sebagian besar gurun dan semak belukar, dan membuka pintu bagi pengaruh Rusia yang lebih besar.
Pergerakan Mali Menuju Rusia
Pasukan Jerman akan menggantikan pasukan Prancis di Mali, tetapi kementerian pertahanan Jerman menangguhkan sebagian besar operasinya di negara Afrika itu pada Jumat (12/8) setelah pemerintah lokal yang dipimpin militer menolak hak layang untuk misi penjaga perdamaian PBB.
Langkah Jerman mengikuti keputusan junta Mali untuk berpaling dari Prancis dan bergerak ke arah Rusia dalam perjuangannya melawan pemberontak.
Pemberontakan yang berlangsung lama telah merenggut ribuan nyawa dan memaksa ratusan ribu orang meninggalkan rumah mereka.
Hubungan antara Bamako dan Paris, bekas kekuatan kolonial dan sekutu tradisionalnya, telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir.
(Resa/TRTWorld)