ISLAMTODAY ID— Euforia pemerintahan Jokowi terhadap investor asing yang berlebihan dinilai sebagai kesalahan diagnosis. Investasi asing bukan masalah utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.
“Biang keladi ekonomi melambat (didiagnosis) oleh Pak Jokowi adalah investasi. Padahal ini salah diagnosis,” kata Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri dalam Refly Harun Podcast edisi 16 Agustus 2022.
Faktanya investasi asing di Indonesia tergolong relatif tinggi. Indonesia termasuk negara penerima investasi asing tertinggi di ASEAN, bahkan setara dengan Korea dan negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income).
“Investasi di Indonesia tergolong relatif tinggi setara dengan Korea dan Upper Middle Income,” tutur Faisal.
Sekedar informasi sejak tahun 2021 silam Indonesia ditetapkan oleh Bank Dunia sebagai negara lower middle income, padahal sebelumnya Indonesia telah masuk dalam upper middle income.
Indonesia sangat berbeda dengan sejumlah negara di ASEAN lainnya yang sangat bergantung pada asing. Sebut saja Vietnam, Thailand, dan Malaysia ketiga negara tersebut sangat bergantung pada asing bahkan persentasenya mencapai 40%.
“Sekali lagi saya menggarisbawahi, Indonesia tidak pernah sangat bergantung pada investasi asing seperti Vietnam, seperti Malaysia, Thailand itu ketergantungan pada asingnya cukup besar,” ungkap Faisal.
“(Vietnam) itu peranan investasinya 40% asing, Indonesia cuman belasan,” tegasnya.
Kesalahan diagnosis ini memunculkan sejumlah kesalahan lain seperti berdirinya sejumlah kementerian dan lembaga khusus investasi. Mulai dari Kementerian Kemaritiman dan Investasi (Marinves), Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga Satgas Waspada Investasi (SWI) yang anggotanya terdiri atas 12 kementerian dan lembaga.
Belum lagi munculnya Undang-undang Omnibus Law dengan harapan mampu mengundang minat dan daya tarik asing ke Indonesia. Padahal keberadaannya justru makin memperburuk kondidi Indonesia.
“Jadi salah diagnonis, salah diagnosis ini membuat semakin lama semakin buruk,” ucap Fasial.
Solusi yang didesain oleh pemerintah tidak akan memiliki arti jika tidak dibarengi dengan sejumlah perbaikan. Misalnya perencanaan program yang matang, tidak adanya korupsi hingga penggelembungan dana.
Lantas langkah apa yang semestinya dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia? Pemerintah harus melakukan penurunan incremental capital-output ratio (ICOR).
“Jadi kalau Pak Jokowi mau pertumbuhan 7%, hari ini juga bisa turunkan ICORnya jadi empat. (Turunkan) nisbah (selisih) jadi berapa tambahan modal yang dibutuhkan untuk menciptakan satu unit output (seperti pembangunan) jembatan, irigasi,” jelasnya. (Kukuh Subekti)