(IslamToday ID) – DPR RI menganggarkan Rp 955 juta untuk mencetak kalender dari dari APBN 2022.
Dilihat dari situs LPSE DPR RI, Jumat (26/8/2022), tender itu diberi nama ‘Pencetakan Kalender DPR RI’ dengan kode tender 739087.
Tender ini dibuat pada 23 Agustus 2022 dengan tahapan saat ini pengumuman pasca kualifikasi. Tender berada pada satuan kerja Sekretariat Jenderal DPR RI.
“Tahun anggaran APBN 2022. Nilai pagu paket Rp 955.737.000 (Rp 955 juta). Nilai HPS paket Rp 901.875.000 (Rp 901 juta),” demikian tertulis dalam situs LPSE DPR dikutip dari DetikCom, Sabtu (27/8/2022).
Kontrak tersebut berjenis lumsum. Lokasi pekerjaan berada di gedung DPR RI, Jakarta. Situs tersebut tak menjelaskan detail kalender yang dicetak untuk tahun berapa.
Menanggapi itu, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) meminta proyek pengadaan kalender senilai Rp 955 juta oleh DPR itu dihentikan. Formappi menilai proyek pembuatan kalender tidak perlu memakan banyak biaya dan cukup dibuat sederhana.
“Proyek kalender ini harus dihentikan atau dikurangi anggarannya. DPR sesekali bisa mengadakan kalender sederhana sekaligus mau memperlihatkan kepedulian mereka kepada rakyat,” kata peneliti Formappi Lucius Karus.
Menurutnya, proyek pengadaan kalender dengan nilai fantastis merupakan pemborosan. Ia menyebut, selain anggaran pengadaan proyek, DPR kerap mendapat fasilitas mewah sementara kondisi ekonomi saat ini sedang melambat.
“Proyek-proyek bernilai fantastis ini jelas merupakan pemborosan. Bukan hanya karena anggarannya, tetapi juga semangat DPR yang tetap saja menginginkan fasilitas mewah di tengah tuntutan situasi perekonomian yang melambat,” ujarnya.
Lucius mengatakan, berdasarkan catatan selama kurun waktu tiga tahun terakhir, fungsi legislasi, anggaran, hingga pengawasan disebut buruk. Ia menyampaikan DPR minim peran memastikan politik anggaran berpihak pada rakyat.
“Catatan DPR 2019-2024 ini, selama tiga tahun sidang yang sudah berjalan, sangat tidak mengagumkan. Pelaksanaan fungsi-fungsi pokok di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan menunjukkan performa yang buruk,” kata Lucius.
“Dari sedikitnya RUU prioritas yang dihasilkan hingga rendahnya kualitas produk legislasi, lalu peran pengawasan juga menunjukkan DPR yang melempem terhadap pemerintah. Di fungsi anggaran juga sama, DPR nyaris minim peran untuk memastikan politik anggaran yang berpihak pada rakyat,” tambahnya.
Lucius kemudian menyinggung soal kemunculan proyek-proyek yang cenderung tak masuk akal dari sisi harga dan juga urgensi. Salah satunya proyek pengadaan gorden yang juga fantastis jumlahnya, hampir Rp 1 miliar.
“Sebelumnya, masih segar bagaimana protes publik atas keinginan DPR menghiasi rumah dinas mereka dengan gorden super mahal. Sekarang muncul lagi proyek pengadaan kalender senilai hampir Rp 1 miliar,” jelasnya. [wip]