ISLAMTODAY ID— Pemerintah dalam beberapa pekan terakhir mewacanakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Pemerintah beralasan upaya menyubsidi dan mengkompensasi harga BBM, LPG dan listrik senilai Rp 502,4 triliun telah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal lain yang juga terus digebar-gemborkan oleh pemerintah ialah berkaitan subsidi BBM yang ada tidak tepat sasaran. Sebagian besar BBM subsidi dinikmati oleh kalangan mampu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan jumlah anggaran subsidi BBM yang tidak tepat sasaran tersebut. Terutama anggaran BBM jenis Pertalite, yang 80%nya dinikmati golongan mampu dan sangat kaya.
“Dari Rp 93,5 triliun ini 80 persennya dinikmati oleh rumah tangga yang relatif mampu atau bahkan sangat kaya, 80 persennya. jadi hampir 60 triliun sendiri dari (Rp 93,5 T). Sedangkan masyarakat miskin yang menggunakan untuk motor dan lain-lain yang mengkonsumsi Pertalite dia hanya mengkonsumsi 20 persennya,” kata Menkeu Sri Mulyani pada konferensi pers pada Jum’at (26/8/2022).
Bukan Hanya Subsidi BBM
Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri memberikan kritiknya terkait konferensi pers Kemenkeu. Menurutnya ada yang keliru dalam komunikasi politik yang dilakukan oleh pemerintah, seolah-olah BBM bersubsidi adalah biang kerok utama jebolnya APBN.
“Mungkin perlu komunikasi politik yang efektif ya. Saya menemukan pers rilis Kementerian Keuangan itu judul slidenya, ‘Outllook Belanja Subsidi dan Kompensasi BBM Rp 502,4 triliun, Berpotensi Naik Menjadi Rp 698 triliun’ ini kan kurang elok,” ungkap Faisal dalam wawancaranya dengan kompas tv pada Ahad (28/8/2022).
“Karena seolah-olah subsidi BBM akan mencapai Rp 700 triliun. Padahal yang disampaikan itu adalah BBM, LPG maupun listrik,” tegas Faisal.
Faisal menambahkan berdasarkan hasil hitung-hitungan yang dia lakukan jumlah subsidi BBM tidak sebanyak itu. Subsidi BBM nilanya hanya Rp 14,6 triliun saja.
“Hitung-hitungan saya kalau yang namanya subsidi BBM itu kalau di APBN itu cuman Rp 14,6 triliun. Tapi ada yang namanya dana kompensasi Rp 200-an triliun, jumlahnya nggak sampai Rp 700 triliun,” tutur Faisal.
Ia juga mengungkapkan tentang persentase jenis kendaraan pengguna Pertalite. Sebanyak 70% ialah kendaraan roda empat, sementara sisanya 30%nya merupakan kendaraan roda dua.
“Nah yang roda empat itu 98, 7% itu mobil pribadi. Masa orang miskin yang punya mobil? Taksi online cuman 0,6%, plat kuning 0,3%, angkot 0,4%,” ujar Faisal.
Potensi Inflasi
Sementara itu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), mengungkapkan tentang potensi inflasi yang terjadi akibat kenaikan BBM. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak kenaikan BBM bagi angkutan barang dan orang.
“Perlu dipertimbangkan agar kendaraan ini tetap mendapat subsidi, sehingga inflasi lebih terkontrol,” kata Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani, dikutip dari kontan.co.id Ahad (28/8/2022).
Ia meminta agar pemerintah menunda kenaikan BBM tersebut sampai inflasi di Indonesia turun hingga 3%. Mengingat inflasi tahun ini telah sampai pada angka 4,94%.
Ajib juga menjelaskan dampak dari kenaikan BBM terhadap inflasi tahunan di Indonesia. Misalnya jika kenaikan harga BBM itu naik hingga Rp 3000,00 maka inflasi bisa naik hingga 0,5%.
“Dengan kenaikan pertalite, misalnya sebesar Rp 3.000, maka inflasi bisa terkerek kisaran 0,5% tambahan,” ujar Ajib. (Kukuh Subekti)