ISLAMTODAY ID (JAKARTA)— Wakil Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Ia juga mengomentari pemberian bansos BBM yang berpotensi tidak akurat, di mana jumlahnya tidak hanya 1, 2, 3 seperti yang diakui Presiden Jokowi pada Sabtu (3/9).
HNW memperkirakan jumlah penerima bansos yang belum jelas datanya dan rawan tidak tepat sasaran sebanyak 1,85an juta keluarga. Hal ini berdasarkan pernyataan pers dari Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini pada Sabtu (3/9), dan ini jadi bukti indikasi dini tidak tepatnya sasaran bansos BBM.
“Presiden Jokowi sendiri yang menjamin tidak ada kenaikan harga BBM hingga akhir tahun, (ia) mengakui bahwa bansos alih-subsidi BBM tidak akan sepenuhnya tepat sasaran,” kata HNW dalam keterangan persnya kepada ITD News pada Ahad (4/9).
“(Seharusnya) di era di mana harga minyak dunia sedang turun, pemerintah Malaysia juga turunkan harga BBM, maka sebaiknya janji jaminan tidak menaikkan harga BBM itu yang dipenuhi, sekaligus serius memperbaiki data penerima Bansos reguler karena selalu jadi temuan dari BPK,” imbuhnya.
Kenaikan BBM dikhawatirkan akan memunculkan masalah sosial, inflasi hingga lonjakan angka kemiskinan. Sehingga efektivitas pemberian bansos hanya akan dirasakan secara singkat.
“Karena dampak dari kenaikan BBM akan memunculkan masalah-masalah sosial dan inflasi serta lonjakan angka kemiskinan yang lebih besar dari dampak singkat pertahanan daya beli dengan pemberian bansos pengalihan subsidi BBM tersebut,” tutur HNW.
Pemerintah seharusnya membahas kenaikan BBM dengan DPR yang mayoritasnya menolak kenaikan harga BBM. Pemerintah juga harus mendengarkan jeritan rakyat, pendapat pakar terkait saran penundaan proyek-proyek yang membebani APBN.
“Seharusnya Pemerintah (mendengarkan) para pakar bagaimana menghindarkan pembebanan terhadap APBN dengan tidak menambah kesusahan Rakyat misalnya dengan menunda proyek-proyek yang tidak prioritas dan tidak menjadi hajat Rakyat banyak seperti proyek IKN, KCJB, dan infrastruktur,” tutur HNW.
HNW juga meminta pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan kilang agar tidak perlu lagi mengekspor dan mengimpor minyaknya dari Singapura. Dengan demikian APBN kita bisa selamat.
“Serta memprioritaskan pembangunan kilang agar Indonesia tidak lagi mengekspor minyak mentah dan mengimpor kembali dari Singapura. Agar selamatlah APBN kita, selamat juga Rakyat Indonesia akibat dari ketidakbijakan menaikkan harga BBM bersubsidi,” ucap HNW.
Anggota DPR-RI Komisi VIII ini juga mempertanyakan data penerima bansos yang diumumkan oleh Mensos dalam konferensi persnya (3/9). Mensos menyampaikan terbuka adanya data 18.486.756 keluarga penerima manfaat (KPM) yang sudah siap salur, sisanya 313.244 masih dalam proses cleansing atau pembersihan data.
Kedua data tersebut jika ditotal baru berjumlah 18,8 juta KPM, jauh lebih rendah dari total penerima yang berhak dan sudah diumumkan Presiden Jokowi yaitu sebanyak 20,65 juta KPM. Jadi ada lebih dari 1.85 juta data yang tak jelas statusnya dan ketepatan sasarannya, yang potensial kembali jadi temuan BPK, dan tidak efektif menjadi solusi atas dinaikkannya harga BBM bersubsidi.
“Lantas data dan alokasi 1,85an juta KPM sisanya Bu Mensos mengambil dari mana? Apalagi hal keganjilan seperti ini juga tidak pernah dibahas apalagi disetujui oleh Komisi VIII DPR-RI. Ini berbahaya dan bisa jadi temuan KPK, jika tiba-tiba masuk data siluman atau data yang diada-adakan, hanya demi pencitraan Pemerintah,” ungkap HNW
“Kami tidak ingin terulangnya kasus Mensos yang ditangkap KPK karena terjadinya korupsi Bansos,” tandasnya. (Kukuh)