ISLAMTODAY ID— Kenaikan BBM subsidi dianggap telah melukai perasaan rakyat. Kenaikan Pertalite, Solar, Pertamax terjadi di tengah-tengah upaya rakyat bangkit dari keterpurukan pasca pandemi Covid-19.
Beberapa bulan lalu rakyat bahkan harus menanggung naiknya pajak PPN dari 10% jadi 11% per April 2022.Sebelumnya rasa ketidakadilan rakyat dicederai oleh pajak penghasilan (PPh) badan diturunkan dari 25% jadi 22%.
Lalu pada bulan Juli, rakyat dibebani naiknya harga tarif dasar listrik (TDL). Pemerintah memberlakukan tarif baru untuk 13 golongan tarif listrik non subsidi, mulai dari listrik rumah tangga dengan daya 900 VA – RTM, R-1/TR 1.300 VA.
Selang dua bulan, tepatnya pada 3 September 2022 pemerintah umumkan kenaikan tiga jenis BBM Subsidi. Pertalite dari Rp 7.650 jadi Rp 10.000, Pertamax dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500, lalu Solar dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800.
Di tengah-tengah kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada rakyat, sejumlah kebutuhan pangan mengalami kenaikan. Minyak goreng misalnya sempat langka dan mahal pada bulan-bulan Maret-April.
Usai dibuat pening dengan minyak goreng, rakyat kembali dibuat pusing dengan naiknya sejumlah bahan pangan seperti cabai merah dan telur ayam. Inflasi pangan di Indonesia bahkan sudah sampai angka 11,47%, bahkan rakyat diminta berjuang sendiri dengan menanam cabai hingga berternak ayam di rumah.
Situasi sulit yang disebabkan oleh pemerintah atas sejumlah kebijakannya di atas menuai kecaman banyak pihak. Beberapa diantara mereka misalnya Mantan Menkeu era Soeharto, Fuad Bawazier dan Anggota DPD RI, Fahira Idris.
BLT BBM Resep Gagal
Fuad Bawazier mengkritisi tentag pemberian bansos atau BLT yang nominalnya mencapai Rp 600.000. Pemberian BLT BBM akan dicicil selama empat bulan dengan besaran tiap bulannya Rp 150ribu.
Mantan Menteri Keuangan RI Kabinet Pembangunan VII 1998 menambahkan pemberian bansos tidak mampu untuk mengakhiri inflasi di Indonesia. Ketika bansos itu habis pada Desember mendatang, belum tentu inflasi bisa turun pada tahun 2023 mendatang.
“Solusi (bansos) ini, seakan-akan inflasinya akan selesai pada akhir tahun. Padahal kita tahu setelah tidak ada Bansos, inflasi tetap berlanjut,” ungkap Fuad.
Fuad juga mengkritisi alasan kenaikan BBM yang selalu dikatakan subsidi salah sasaran. Padahal pemerintahan kali ini telah berkuasa selama delapan tahun, namun belum juga berhasil.
“Resep ini juga sama dengan yang dulu-dulu yaitu mau mengalihkan subsidi kepada yang berhak,” tutur Fuad.
“Rupanya tidak berhasil atau cuma lips service?” tanyanya.
Abaikan Psikologis Rakyat
Selain Fuad, kritik kenaikan BBM juga datang dari Anggota DPD RI, Fahira Idris. Pemerintah dinilai tidak memahami kondisi psikologis rakyat yang baru saja bangkit dari keterpurukan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
“Kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mengabaikan psikologis rakyat yang saat ini sedang tertatih untuk pulih dan bangkit dari hantaman pandemi,” ujar Fahira.
Fahira menambahkan berbagai situasi dan kondisi saat ini sangat tidak tepat untuk menaikkan BBM Subsidi. Situasi ekonomi nasional hingga kondisi sosial, politik dan hukum di Indonesia tengah jadi sorotan.
“Kita melihat situasi ekonomi nasional yang juga masih tertatih ditambah kondisi sosial, politik dan hukum yang saat ini masih menjadi sorotan tajam publik luas,”tutur Fahira.
“Menaikkan harga BBM bukan hanya menambah beban hidup, tetapi meningkatkan tensi rakyat terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Harusnya situasi-situasi seperti ini dihindari oleh pemerintah,”tandasnya.(Kukuh)