ITD NEWS— Pemerintah dan DPR baru saja mengesahkan rencana penghapusan listrik 450 volt ampere (VA). Kebijakan ini semakin melengkapi penderitaan rakyat di tengah naiknya harga BBM subsidi.
Rakyat miskin yang terbiasa menggunakan listrik berdaya 450 VA dipaksa beralih ke listrik 900 VA. Bahkan pemaksaan ini juga dialami oleh rumah tangga yang selama ini menggunakan listrik 900 VA.
“Kita sepakat dengan pemerintah untuk 450 VA menjadi 900 VA, dan 900 VA jadi 1.200 VA,” Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI,Said Abdullah dalam Rapat Panja DPR dan Kementerian Keuangan tentang RUU APBN 2023, Senin (12/9/2022).
Jumlah pengguna listrik 450 VA di seluruh Indonesia mencapai 15,2 juta pelanggan. Dengan anggaran subsidinya mencapai Rp 22 triliun.
Oversupply Listrik PLN
Oversupply atau kelebihan listrik PLN menjadi dalih pemerintah untuk memaksa rakyatnya menaikkan daya listrik rakyat. Tahun 2022 ini surplus listrik PLN mencapai 6 gigawatt (GW), naik jadi 7,4 GW dan diperkirakan akan terus naik jadi 41 GW pada 2030.
“Kalau nanti EBT masuk maka tahun 2030 PLN itu ada 41 giga oversupply,” ujar Said.
Oversupply listrik ini membuat negara mengalami kerugian. Sebab berdasarkan perjanjian kontrak dengan swasta melalui take or pay, pemerintah harus tetap membayarnya meskipun tak menggunakannya.
“Bisa dibayangkan kalau 1 GW itu karena kontrak take or pay maka harus bayar Rp3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp3 triliun,” ucap Said.
Pemerintah seolah tak punya pilihan selain melakukan ‘pemaksaan’ kepada rakyatnya. PLN misalnya berupaya untuk memaksimalkan penggunaan listrik dengan mewacanakan kompor listrik induksi hingga kendaraan listrik.
Problem kelistrikan ini bahkan sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Sistem ketegalistrikan semakin berantakan dengan banyaknya pembangunan pembangkit tenaga listrik baik oleh PLN maupun swasta.
“Saya menghitung di satu dekade terakhir rata-rata oversupply kita 25 persen. Jadi tahun lalu misalnya pada 2021, kapasitas listrik terpasang 350.000 Gigawatt hour (GWh). Sementara konsumsinya hanya sekitar 257.000 Gw atau ada surplus 26,3 persen. Pola surplus ini relatif sama dalam 10 tahun terakhir,” kata Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov dikutip dari voi.id (9/6/2022). (Kukuh Subekti)