(IslamToday ID) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memprediksi ekonomi dunia bakal jatuh ke jurang resesi pada tahun 2023. Perkiraan itu berdasarkan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris demi meredam lonjakan inflasi.
Sri Mulyani memastikan kebijakan itu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi, sehingga ancaman resesi kian sulit dihindari. “Kenaikan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023,” ungkapnya dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (27/9/2022).
Berdasarkan catatan Sri Mulyani, suku bunga acuan bank sentral Inggris sudah naik 200 basis poin selama 2022. Begitu pula dengan AS yang sudah naik 300 bps sejak awal tahun.
“(Bunga acuan) AS sudah 3,25 persen, sudah naik 300 bps, ini terutama karena rapat September ini mereka menaikkan lagi dengan 75 bps. Ini merespons inflasi AS 8,3 persen,” ungkapnya.
Bank Indonesia (BI) pun memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen. Suku bunga deposit facility juga naik sebesar 50 bps menjadi 3,5 persen, sedangkan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5 persen.
Sebelumnya, Sri Mulyani masih percaya diri dengan menyebut bahwa perekonomian Indonesia masih cukup sehat dan aman dari ancaman resesi. Hal itu didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2022 yang berada di jalur positif dan inflasi yang masih terkontrol.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,01 persen pada kuartal I 2022 lalu. Inflasi pun masih terkendali di level 4,35 persen pada Juni kemarin. “Kita (Indonesia) relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risiko (potensi resesi) 3 persen,” tuturnya, Rabu (13/7/2022).
Sri Mulyani bahkan mengklaim daya tahan ekonomi Indonesia lebih kuat ketimbang negara-negara lain yang sudah masuk resesi, seperti AS hingga China yang ekonominya melambat pada kuartal II 2022. Dengan begitu, ia berani mengulang pernyataannya tentang peluang resesi Indonesia yang diklaim sangat kecil.
“Sehingga, menjadikan Indonesia masuk negara yang terjadinya resesi sangat kecil,” ujar Ani dalam Kuliah Umum UI 2022, Senin (8/8/2022).
Di lain kesempatan, Sri Mulyani juga mengatakan utang luar negeri pemerintah menurun. Begitu juga dengan utang korporasi yang semakin rendah. Berdasarkan data BI, utang luar negeri RI sebesar 415 miliar dolar AS pada akhir Mei 2022. Angka tersebut turun 4,9 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Namun, Sri Mulyani tidak menutup mata bahwa inflasi negara-negara Uni Eropa membuat ekonomi dunia bergejolak. Selain itu, perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga BBM, hingga pangan turut membuat inflasi melonjak di sejumlah negara.
Sejatinya, Indonesia pernah mengalami resesi pada 2020 akibat Covid-19, tetapi saat ini sudah kembali pulih dengan pertumbuhan yang positif. Namun, Indonesia mencatat inflasi sebesar 4,35 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni 2022. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2017 lalu.
Meski begitu, sinergi kebijakan fiskal, moneter, hingga riil diklaim membuat perekonomian Indonesia tetap kuat di tengah berbagai tekanan global.
Kebijakan fiskal itu dilakukan dengan menjadikan APBN sebagai shock absorber atau bantalan saat terjadi guncangan atau krisis, mulai dari energi, pangan, hingga keuangan. Kebijakan ini bahkan membuat inflasi Indonesia tidak melonjak setinggi negara lain.
Namun, patut diingat APBN tak bisa terus menjadi penopang, terutama saat perekonomian mulai pulih. APBN harus tetap sehat agar bisa terus membantu masyarakat ketika krisis lanjutan datang di masa mendatang. Sri Mulyani menjelaskan membayar pajak adalah salah satu caranya.
“Menjaga pajak untuk menjaga Indonesia, menjaga agar keuangan negara jadi instrumen jangka panjang mendukung pembangunan dan pemulihan ekonomi lebih lanjut,” tegas Sri Mulyani.
Sebelumnya, mengutip AFP, Bank Dunia (World Bank) memproyeksi sejumlah negara mengalami resesi pada 2023. Hal ini karena suku bunga acuan bank sentral di sejumlah negara semakin tinggi.
Menurut Presiden Bank Dunia David Malpass, bank sentral terus mengerek bunga acuan demi menekan laju inflasi. Kenaikan suku bunga acuan akan menghambat proses pemulihan ekonomi global. Karenanya, Bank Dunia memprediksi ekonomi dunia melambat menjadi 0,5 persen pada 2023 mendatang.
“Pertumbuhan global melambat tajam dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi,” terang Malpass.
Ia khawatir tren perlambatan ekonomi akan berlangsung dalam jangka panjang. Karena itu, Malpass mendesak seluruh negara untuk fokus meningkatkan produksi agar pasokan kembali melimpah, sehingga inflasi bisa ditekan. [wip]