(IslamToday ID) – Pemerintah Indonesia melarang bahan-bahan pada sirup obat batuk yang terkait dengan kematian 70 anak di Gambia mulai Sabtu (15/10/2022). Upaya ini dilakukan saat langkah penyelidikan atas kerusakan ginjal akut yang menewaskan lebih dari 20 anak di ibukota Jakarta tahun ini.
Mengutip laporan Channel News Asia, Senin (17/10/2022), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan sedang menyelidiki kemungkinan bahwa dietilen glikol dan etilen glikol telah mencemari bahan lain yang digunakan sebagai pelarut pada obat batuk.
Gambia dan India sedang menyelidiki kematian akibat cedera ginjal akut di negara Afrika barat yang diduga terkait dengan sirup obat batuk produksi Maiden Pharmaceuticals yang berbasis di New Delhi.
World Health Organization (WHO) menyatakan telah menemukan tingkat bahan yang “tidak dapat diterima”, yang dapat menjadi racun dalam empat produk Maiden.
“Untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, BPOM telah menetapkan persyaratan pada saat pendaftaran bahwa semua produk sirup obat untuk anak-anak dan orang dewasa tidak boleh menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG),” kata regulator dalam sebuah penyataan dikutip dari Liputan 6.
BPOM kembali menegaskan bahwa keempat produk yang terkait dengan kematian di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia, maupun produk Maiden lainnya.
BPOM sudah melakukan pengawasan baik pre dan postmarket pada obat yang beredar di Indonesia. Hasilnya empat produk produksi Maiden Pharmaceuticals Limited, India yang terkait dengan kematian 70 anak di Gambia tidak terdaftar di Tanah Air.
Keempat produk yang dimaksud adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. “Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM,” tulis BPOM.
Saat ini, BPOM juga tengah menelusuri kemungkinan kandungan DEG dan EG sebagai cemaran pada bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.
WHO menyatakan bahwa hasil analisis laboratorium menemukan kandungan dietilen glikol dan etilen glikol yang lebih dari ambang batas. “Analisis laboratorium dari sampel masing-masing produk menegaskan bahwa mereka mengandung dietilen glikol dan etilen glikol sebagai kontaminan dalam jumlah yang tidak dapat diterima,” ujar WHO dalam peringatannya mengutip Times Now.
Menurut WHO, dietilen glikol dan etilen glikol merupakan kandungan beracun bagi manusia. Jika dikonsumsi, keduanya dapat menyebabkan kematian. Gejala dari efek toksiknya berupa sakit perut, muntah, diare, ketidakmampuan untuk buang air kecil, sakit kepala, perubahan kondisi mental, dan cedera ginjal akut yang bisa menyebabkan kematian.
Sebuah laporan yang diterbitkan dalam Science Direct dibawah kepenulisan Dr Allister Vale MD dan Direktur National Poisons Information Service, Birmingham, UK menemukan bahwa dietilen glikol dan etilen glikol dimetabolisme oleh alkohol yang dapat menghasilkan metabolit beracun.
Dietilen glikol dan etilen glikol dapat membuat orang yang mengonsumsinya mengalami koma, kejang, asidosis metabolik, dan gagal ginjal dengan mekanisme yang berbeda.
Sebelumnya, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan bahwa kejadian ini amat memilukan. “Hilangnya nyawa anak-anak muda ini sangat memilukan bagi keluarga mereka,” ujarnya mengutip The Guardian.
Pernyataan serupa dikeluarkan oleh anggota dewan penelitian medis di Gambia. Menurutnya, seperti mengutip AP News, dalam sepekan terakhir ada laporan anak dengan kondisi cedera ginjal akut yang telah meninggal dunia.
“Kami dapat memastikan bahwa dia telah menggunakan salah satu obat yang diduga menyebabkan hal ini, sebelum kedatangannya di klinik kami. Itu telah dibeli di apotek di Gambia. Obat tersebut telah diidentifikasi mengandung sejumlah besar racun yang merusak ginjal secara permanen,” ujarnya. [wip]