(IslamToday ID) – Tinggal selangkah lagi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan DPR. Parlemen dan pemerintah meyakini RKUHP itu untuk menggusur KUHP peninggalan penjajah Belanda yang telah berusia 1 abad lebih.
Salah satu isinya mengatur soal pasangan yang tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan atau biasa disebut kumpul kebo. “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi Pasal 414 ayat 1 RKUHP yang dikutip dari DetikCom, Jumat (25/11/2022).
Namun tidak mudah mempidanakan pelaku kumpul kebo karena harus dengan delik aduan. Yang berhak mengadukan yaitu suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
“Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai,” demikian bunyi Pasal 414 ayat 4.
RKUHP juga memperluas pasal zina. Pada KUHP Belanda saat ini, pelaku zina salah satunya harus terikat ikatan perkawinan atau kedua pasangan zina. Sekarang semua hubungan seks di luar pernikahan adalah zina.
“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi Pasal 413 ayat 1.
Namun pasal di atas baru berlaku apabila ada pengaduan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. “Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai,” bunyi Pasal 413 ayat 4.
KUHP yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Code Napoleon Perancis yang berlaku pada 1810. Perancis kemudian menjajah Belanda dan Perancis memberlakukan KUHP di Belanda pada 1881.
Kemudian KUHP dibawa Belanda ke Indonesia saat menjajah Nusantara. Pemerintah kolonial Belanda pun memberlakukan kode itu secara nasional pada 1918 dengan nama Wet Wetboek van Strafrecht.
Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai lokal juga tergerus hukum penjajah. Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 tidak serta-merta mengubah hukum yang berlaku. [wip]