(IslamToday ID) – Ketua KPK Firli Bahuri menilai KUHP baru tak akan berbenturan dengan hukum yang dipegang KPK. Ia menyampaikan hal tersebut di tengah polemik KUHP baru yang memangkas hukuman bagi koruptor.
Menurut Firli, KPK memiliki payung hukum sendiri yang tak akan bersinggungan dengan aturan dalam KUHP baru. “Kita punya undang-undang tersendiri dan tidak bergantung KUHP karena disebutkan dalam Pasal 14 bahwa KPK menjalankan sesuai tugas pokok dan wewenang dalam memberantas korupsi,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (10/12/2022).
“Jadi itu tidak akan terjadi benturan, karena ada azas yang kita kenal dengan lex specialis derogat (lex) generalis. Jadi ketentuan khusus itu akan bisa mengalahkan ketentuan umum, jadi itu tidak berpengaruh pada kita,” ucapnya dikutip dari CNN Indonesia.
Diketahui, dalam Pasal 603-606 KUHP baru, tertuang aturan mengenai hukuman bagi pelaku korupsi. Pasal 603 misalnya, menyebutkan bahwa bagi orang yang melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi hingga merugikan negara atau perekonomian negara, dipenjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun atau penjara seumur hidup.
Padahal, dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pelaku kejahatan yang sama diancam hukuman minimal 4 tahun penjara.
Kemudian dalam Pasal 605, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap hanya diancam pidana minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara. Koruptor juga diancam denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 500 juta.
Hal itu berbeda dengan yang termaktub dalam dalam UU Tipikor. Pegawai negeri atau pejabat negara yang menyalahgunakan wewenang bisa dihukum pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Mereka juga diancam dengan denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Mengenai hal ini, Firli mengatakan bahwa KPK memiliki landasan hukum dalam bertugas yang diatur dalam UU No 30 Tahun 2022 tentang KPK. Menurutnya, lewat Pasal 14 UU KPK tersebut, lembaga antirasuah dipastikan bekerja sesuai dengan aturannya sendiri.
“KPK diberikan mandat di situ, dalam Pasal 14 UU Tindak Pidana Korupsi. Disebutkan, bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap undang-undang tersebut, sebagai tindak pidana korupsi, berlaku ketentuan yang diatur undang-undang ini,” kata Firli.
Oleh sebab itu, Firli tak khawatir dengan pasal dalam KUHP baru. Ia tak ambil pusing dengan aturan yang menyunat hukuman penjara seumur hidup bagi koruptor jika berkelakuan baik. “Jadi kita tidak ada khawatir. Boleh saja, silakan ada undang-undang, pasal-pasal tertentu yang mengatur tentang, bisa yang disebut korupsi di KUHP,” pungkasnya. [wip]