(IslamToday ID) – Ekonom senior Faisal Basri mengkritik konsep hilirisasi mineral mentah ala Presiden Jokowi. Menurutnya, apa yang dilakukan Jokowi ngawur dan hanya menguntungkan China.
Ia sepakat hilirisasi memang mendorong nilai tambah bagi Indonesia, tetapi hilirisasi yang dilakukan Jokowi malah mendukung industrialisasi di China.
“Petik-jual, tebang-jual, keruk-jual, nilai tambahnya kecil, tetapi solusinya hilirisasi yang ngawur itu. Hilirisasi mendukung industrialisasi di China, itu yang terjadi pada nikel,” kata Faisal dalam ‘Catatan Awal Ekonomi 2023 INDEF’, Kamis (5/1/2023).
Ke depan, Jokowi juga akan melakukan hilirisasi timah dan batubara. Padahal, kata Faisal, Indonesia tidak mengekspor bijih timah melainkan ingot yang merupakan produk turunannya. “Kemudian hilirisasi batubara mau dijadikan DME (Dimethyl Ether). Jadi ngawur-ngawur, menciptakan rente itu,” imbuhnya.
Senada, ekonom senior INDEF M Fadhil Hasan juga menyoal sistem hilirisasi yang digalakkan Jokowi. Menurutnya, langkah Indonesia melarang ekspor bahan mentah ke luar negeri keliru.
Ia sepakat dengan konsep hilirisasi untuk menambah nilai tambah bahan mentah, tetapi solusinya bukan dengan melarang ekspor. Fadhil menilai skema tarif ekspor lebih tepat diberlakukan. “Betul hilirisasi seperti yang dilakukan kita sekarang, terutama yang akhir-akhir ini seperti nikel, alumunium, bauksit. (Tetapi) Itu salah dengan melarang,” ungkapnya.
Menurut Fadhil, sebenarnya negara-negara yang menggugat larangan ekspor bahan mentah ke The World Trade Organization (WTO) itu tidak keberatan Indonesia mengupayakan hilirisasi. Hanya saja, caranya bukan dengan melarangnya, tetapi mengenakan tarif ekspor yang berbeda untuk bahan mentah dengan produk olahannya.
“Ini sebenarnya kita sudah berpengalaman di 2013 untuk komoditas sawit, diperkenalkan pajak ekspor untuk CPO dan produk turunannya berbeda,” ujar Fadhil dikutip dari CNN Indonesia.
Menurutnya, jika kebijakan tarif yang diambil maka industri di dalam negeri tetap bisa melakukan proses hilirisasi tanpa melanggar aturan WTO. Pasalnya, larangan ekspor tersebut melanggar aturan perdagangan internasional.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Keputusan pemerintah ini lalu digugat ke WTO. Akhir Desember 2022, Jokowi kembali melarang ekspor bauksit mulai Juni 2023.
“Mulai Juni 2023 pemerintah akan melarang ekspor bijih bauksit. Saya ulang mulai Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit dan mendorong pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri,” kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (21/12/2022).
Menururnya, larangan ekspor bauksit dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat dari kebijakan larangan ekspor nikel yang berlaku sejak Januari 2020, di mana memberikan manfaat besar untuk ekonomi dalam negeri.
Jokowi mengatakan sebelum larangan ekspor nikel mentah berlaku, nilai perdagangan yang diraih Indonesia dari penjualan produk tersebut hanya 1,1 miliar dolar AS. Usai larangan ekspor berlaku dan nikel diolah di dalam negeri, nilai ekspor dari bahan mentah itu melonjak 19 kali lipat menjadi 20,9 miliar dolar AS. [wip]