(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indo Strategic) Ahmad Khoirul Umam menilai usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) sangat tidak mendidik jika dikabulkan pemerintah. Wacana perpanjangan tersebut semula dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
“Jika pemerintah mengabulkan permintaan kepala desa untuk memperpanjang masa jabatan hingga 9 tahun, itu sangat tidak mendidik,” kata Umam dikutip dari Kompas, Senin (23/1/2023).
Ia menilai usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa berpotensi membuka kran abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan negara dan merusak local governance atau tata kelola pemerintahan lokal.
Apalagi, pemerintahan desa selama ini juga dianggap mempunyai berbagai problematika. Keberadaan dana desa yang menyedot anggaran negara dengan jumlah besar misalnya. Selama ini, Umam menyebut, pemberian anggaran tersebut tak diikuti dengan adanya sistem pengelolaan dan pengawasan yang transparan dan akuntabel.
Dengan minimnya pengawasan itu, penyalahgunaan dana besar oleh oknum kepala desa seringkali menjadi zona permainan penegakan hukum di level grassroots atau akar rumput. Akibatnya, alokasi dana desa yang begitu besar namun tidak diikuti oleh inovasi kebijakan pembangunan yang signifikan di satu pemerintahan terkecil ini.
“Alhasil, sel-sel korupsi menggurita di banyak tempat. Para kepala desa harus ikut mengevaluasi total, bukan justru meminta perpanjangan masa jabatan,” tegas Umam.
Ia juga menyatakan, perpanjangan masa jabatan kepala desa berpotensi menjadi alat transaksi politik untuk skema memenangkan atau mengalahkan pihak tertentu, baik di pemilihan legislatif (Pileg) maupun pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Tak hanya itu, perpanjangan masa jabatan ini juga dikhawatirkan akan menjadi alat tukar untuk menghidupkan “botoh politik” yang siap mengamankan suara di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS) di setiap desa, sesuai dengan selera pihak yang diajak bertransaksi.
“Artinya, kepala desa riskan dimobilisasi untuk kepentingan politik tertentu (abuse of power). Hal ini jelas akan semakin melemahkan kualitas demokrasi dan juga tata kelola pemerintahan di Indonesia,” ujarnya.
“Desentralisasi di tingkat desa bukan justru menguatkan prinsip transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, melainkan justru semakin mengokohkan jaringan oligarki yang mengakar hingga ke tingkat lokal,” imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa berangkat dari desakan ribuan kepala desa yang berdemonstrasi di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Mereka menuntut supaya masa jabatannya bisa diperpanjang menjadi sembilan tahun. [wip]