(Islam Today ID) – Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa Indonesia memiliki ambisi untuk meloncat jadi negara maju.
Indonesia ingin menyusul Taiwan dan Korea Selatan yang lebih dahulu meloncat sebagai negara maju.
Namun, untuk bisa mencapai ambisi tersebut, Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa peran dari hilirisasi industri sangatlah penting.
Sebab, menurut Presiden Jokowi, sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju jika negara-negara lain telah memiliki ketergantungan terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh negara maju tersebut.
“Taiwan dan Korea Selatan, kenapa mereka bisa melompat menjadi negara maju? Karena memiliki produk yang sangat dibutuhkan oleh negara lain, oleh perusahaan-perusahaan besar di negara lain, baik Amerika maupun Eropa,” terang Presiden Jokowi.
Pernyataan tersebut, disampaikan oleh Presiden Jokowi saat memberikan sambutan di Muktamar ke-XVIII Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Rabu (22/2/2023) di Balikpapan Sport and Convention Center, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Ambisi Indonesia untuk jadi negara maju menurut Presiden Jokowi sangat memungkinkan terjadi. Pasalnya, Indonesia memiliki ekosistem industri kendaraan listrik dimana semua komponen yang dibutuhkan oleh kendaraan listrik ada di Indonesia.
“EV baterai, baterai mobil listrik yang nantinya ekosistem ini akan menjadi ekosistem besar, menjadi produsen mobil listrik. Karena nikel kita memiliki, tembaga kita memiliki, timah kita memiliki, bauksit kita memiliki, semua komponen yang dibutuhkan mobil listrik itu ada semuanya di Indonesia,” ungkap Presiden.
Selain itu, Indonesia juga perlu mengintegrasikan semua komponen kendaraan listrik yang tersebar di seluruh Tanah Air.
Mulai dari nikel yang ada di Pulau Sulawesi, tembaga yang ada di Sumbawa dan Papua, timah yang ada di Bangka Belitung, hingga bauksit yang ada di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau.
“Semuanya bisa diintegrasikan menjadi barang yang namanya EV baterai dan ekosistem yang lebih besar lagi menjadi mobil listrik yang ke depan itu semua negara akan membutuhkan,” tutur Presiden.
Presiden menyebut bahwa melalui hilirisasi industri tersebut, Indonesia akan mendapatkan nilai tambah yang berlipat ganda.
Oleh sebab itu, Presiden menegaskan bahwa Indonesia harus segera meninggalkan ekspor bahan mentah.
“Jangan sampai kita sudah berpuluh-puluh tahun bahkan beratus tahun sejak VOC yang kita ekspor itu selalu bahan mentah, selalu raw material sehingga nilai tambahnya kita tidak punya,” ucap Presiden.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menjelaskan bahwa negara akan mendapatkan banyak penerimaan dan manfaat nyata dari hilirisasi industri.
Nikel misalnya, nilai perdagangannya mengalami peningkatan dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun setelah kebijakan larangan ekspor mentah diberlakukan oleh pemerintah.
“Dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun itu, negara akan mendapatkan berlipat-lipat dari pajak perusahaan, dari pajak karyawan, dari royalti, dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dari bea ekspor, dari royalti,” ujar Presiden.
Di sisi lain, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menjadi negara yang tertutup meski, telah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bahan mentah.
Namun, Indonesia hanya akan bekerja sama dengan investor yang mau membangun industri pengolahan pertambangan di dalam negeri.
“Kamu boleh bekerjasama dengan perusahaan di Indonesia, kamu boleh bekerja sama dengan BUMN Indonesia, kamu juga boleh mendirikan sendiri di Indonesia juga tidak apa-apa, tetapi industrimu, pabrikmu ada di Indonesia bukan ada di Eropa,” tegas Presiden Jokowi.
Melalui langkah ini, Presiden Jokowi meyakini Indonesia akan mendapatkan manfaat yang besar. Termasuk menciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat. [MU]