(IslamToday ID) – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai harta tak wajar pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang disorot buntut kasus penganiayaan anaknya seperti fenomena gunung es. Selama ini, menurutnya, masalah itu tidak pernah mendapat perhatian serius pemerintah.
Zaenur mengatakan, kewajiban menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang menjadi instrumen kontrol publik dan pencegahan korupsi penyelenggara negara saat ini belum berjalan dengan baik.
“Sekarang ramai-ramai berita seorang pegawai yang masih rendah juga baru eselon III di DJP LHKPN-nya fantastis. Saya percaya itu fenomena gunung es dan itu tidak pernah mendapatkan perhatian serius oleh negara gitu,” kata Zaenur dikutip dari Republika, Sabtu (26/2/2023).
Ia mengatakan, problem LHKPN saat ini adalah mereka yang tidak lapor sama sekali dan yang kedua sudah melapor tetapi isi laporannya tidak sesuai dengan seharusnya. Padahal, penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaan sebagaimana diatur dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara.
“Sampai sekarang dua-duanya terjadi, yang tidak lapor banyak, yang lapor tetapi isi laporannya tidak sesuai ketentuan ya itu juga banyak, dan dua-duanya tidak ada konsekuensi sanksi berarti,” ujarnya.
Rendahnya kepatuhan LHKPN ini, kata Zaenur, salah satunya dilatarbelakangi penegakan sanksi lemah bagi mereka yang tidak melaporkan LHKPN. Menurutnya, ancaman sanksi hanya sanksi administrasi dan tidak dijelaskan lebih lanjut prosedur sanksi di peraturan perundang-undangan sehingga pada praktiknya hampir tidak pernah dijalankan.
Selain itu, untuk PNS, meskipun terdapat ancaman sanksi hukuman berat bagi yang tidak lapor LHKPN sebagaimana tertuang dalam PP No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, tetapi tidak pernah ditegakkan. Hal ini karena belum ada kejelasan prosedur penegakan norma tersebut, apakah KPK atau Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi negara.
“Dengan ketidakjelasan sanksi dan mekanisme penjatuhan sanksinya, maka kemudian akhirnya LHKPN ini seakan-akan hanya dianggap sebagai kewajiban moral bagi para penyelenggara negara untuk melaporkannya,” ujar Zaenur.
Padahal, menurutnya, pelaporan LHKPN ini salah satu instrumen penting mencegah korupsi dan sebagai mekanisme kontrol publik terhadap penyelenggara negara. Karena itu, Zaenur mendorong kewajiban LHKPN ini terus ditegakkan sebagai pencegahan korupsi dengan memasukkannya dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Selain itu, ia menilai perlunya sanksi yang jelas dan bertingkat mulai administrasi hingga pidana untuk mereka yang tidak melaporkan LHKPN.
“Maka untuk mengatasi persoalan tersebut adalah ada dua cara itu tadi. UU Tipikor masukkan perbaiki pengaturan LHKPN sertakan sanksi, sanksinya tidak hanya administrasi, juga sampai pidana. Atau yang kedua ya segera sahkan RUU perampasan aset hasil kejahatan,” ujarnya. [wip]