(IslamToday ID) – Menko Polhukam Mahfud MD mengakui lembaga pemerintahan atau eksekutif hingga penegak hukum atau yudikatif masih melakukan sejumlah pelanggaran yang turut melemahkan penegakan hukum di Indonesia.
Mengutip hasil sigi lembaga nirlaba Transparency International, Mahfud menyatakan dugaan penyimpangan di bea cukai dan perpajakan menjadi salah satu faktor yang membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 anjlok dengan skor 34.
“Di proses eksekutif juga banyak conflict of interest. Terjadi pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan di bidang, disebut nih eksplisit, di bidang bea cukai dan perpajakan. Itu eksplisit disebut sebagai masalah besar di bangsa ini berdasar sigi internasional,” kata Mahfud dalam pidato sambutan ‘Pelantikan Ketua Umum Keluarga Alumni Fakultas Hukum Gadjah Mada (KAHGAMA)’ di Jakarta, dikutip dari Kompas, Selasa (18/4/2023).
Menurutnya, pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan ulah pegawai pajak atau bea cukai yang nakal memilih buka suara dan menceritakan apa yang mereka alami kepada periset dari Transparency International. Di bidang yudikatif pun, menurut Mahfud, juga terjadi berbagai pelanggaran yang akhirnya mencoreng citra dan menurunkan marwah lembaga penegak hukum.
“Di pengadilan juga sama. Terjadi hal-hal yang sangat tidak profesional. Jual beli, pengadilan salah kamar dan sebagainya sehingga kontrol publik itu harus diperkuat,” ucap Mahfud.
Ia juga menyinggung berbagai pelanggaran yang terjadi di kalangan notaris atau pejabat pembuat akta tanah. “Di bidang pertanahan banyak akta notaris itu dibuat berdasar jual beli juga, bukan berdasar kebutuhan objektif. Dibuat tanggal mundur dan sebagainya dan itu banyak,” ujar Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga menyinggung advokat yang ternyata turut melakukan pelanggaran hukum dengan berupaya mempengaruhi hakim supaya tujuannya tercapai. “Pengacara juga begitu. Di dunia pengacara itu orang sekarang tidak perlu punya keahlian hukum, tetapi ujian pertama bagaimana mendekati seorang hakim dan mampu mempengaruhi dan membayar. Ujian pertamanya begitu,” katanya.
Menurut Mahfud, praktik seperti itu yang akhir-akhir ini membuat melemahnya kehidupan hukum di Indonesia. Padahal, ia mengatakan, praktik kehidupan berhukum seharusnya menyusun dan melaksanakan hukum yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan penegakan jika terjadi konflik atau pelanggaran.
“Saya katakan sekarang ini agak lemah bidang berhukum itu, dan bangsa kita perlu pelopor-pelopor untuk berhukum. Yakni membuat hukum dan melaksanakan hukum sehari-hari dan menegakkan hukum,” ujar Mahfud.
Ia juga menilai korupsi menjadi salah satu penyakit kronis bangsa Indonesia, dan dibuktikan dengan anjloknya IPK pada 2022. “Dari IPK 0 sampai 100, kita di urutan 34. Kemarin (2021) 38. Sekarang turun anjlok. Biasanya kalau turun itu turun 1, naik juga 1. Ini turun 4,” pungkas Mahfud. [wip]