(IslamToday ID) – Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi menilai Partai Golkar sebaiknya tidak khawatir dan siap jika harus berada dalam posisi sebagai oposisi karena kalah dalam Pemilu 2024.
“Menjadi oposisi adalah hal yang bagus bagi Golkar, mengingat selama ini Golkar tidak punya pengalaman sebagai kekuatan penyeimbang,” kata Ari dikutip dari Kompas, Selasa (2/5/2023).
Akan tetapi, Golkar justru berharap supaya tetap dirangkul dalam pemerintahan terlepas dari hasil Pemilu 2024 mendatang. Hal itu dinilai memperlihatkan sikap dasar Partai Golkar yang tidak siap menjadi kelompok oposisi atau berada di luar lingkaran kekuasaan.
“Golkar tidak siap menjadi oposisi, sehingga mencari aman dengan menyebar potensi risiko kalah dengan pendekatan ke sejumlah partai,” ujar Ari.
Padahal, menurutnya, jika Golkar tetap berpedoman pada prinsip demokrasi maka setiap partai politik harus siap menang dan siap kalah dalam ajang pemilu. Ari mengatakan, Golkar sebenarnya mempunyai kekuatan dan pengaruh karena menjadi partai politik terbesar ketiga di DPR hasil Pemilu 2019.
Partai berlambang pohon beringin itu saat ini mempunyai 85 kursi di DPR atau setara dengan 12 persen. Akan tetapi, kata Ari, dengan modal itu ternyata tidak membuat Golkar percaya diri untuk mengambil langkah dalam percaturan politik menjelang Pemilu 2024.
Ari juga menilai Golkar tidak memaksimalkan Koalisi Indonesia Baru (KIB) yang digagas dengan PPP dan PAN. Padahal dengan sumber daya yang dipunyai Golkar, katanya, seharusnya mereka bisa menjadi nahkoda bagi KIB.
Akan tetapi, menurut Ari, yang terjadi malah sebaliknya. Golkar justru tidak memaksimalkan poros KIB yang sudah dibentuk jauh sebelum koalisi Partai Gerindra-PKB, serta poros Partai Nasdem-PKS.
“Harusnya Golkar tetap menjadi motor penggerak KIB dan punya peluang menggarap arah koalisi,” ucap Ari.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menginginkan supaya pihak-pihak yang menjadi pemenang dalam Pemilu 2024 tidak bersikap sapu bersih atau the winner takes it all.
Airlangga berharap para pemenang Pemilu dan Pilpres 2024 tidak meniru prinsip demokrasi seperti di Amerika Serikat (AS), ketika partai yang unggul dalam Pemilu dan Pilpres menguasai semuanya dan tidak memberikan ruang bagi partai politik pesaingnya.
“Partai Golkar dan Partai Demokrat sepakat bahwa pemilu itu bukan the winner takes it all. Artinya, kita ini kan Indonesia raya, kita bukan seperti Amerika, demokrasi yang kebarat-baratan itu demokrasi yang the winner takes it all,” kata Airlangga.
Ia mengibaratkan membangun Indonesia seperti tim nasional sebuah cabang olahraga yang membela nama Indonesia. Ia mengatakan, pemain-pemain yang masuk tim nasional pun biasanya tidak hanya berasal dari tim yang menjuarai kejuaraan di dalam negeri.
Dalam konteks politik, Airlangga menilai sistem tersebut bakal menciptakan pelaksanaan pemilu yang membahagiakan, bukan yang memecah belah bangsa. “Perbedaan kita hanya pada tanggal 14 Februari pada saat masyarakat memilih, mencoblos, sesudah itu kita kembali bersama-sama,” katanya.
Lebih lanjut, Airlangga mengingatkan bahwa Indonesia akan menghadapi persimpangan, antara sukses menjadi negara maju atau tetap berada pada middle income trap. Menurutnya, persimpangan jalan itu hanya bisa dilalui bila partai-partai politik saling bekerja sama dalam menyusun rencana pembangunan maupun instrumen hukum yang dapat meningkatkan ekonomi Indonesia. [wip]