ITD NEWS (SOLO)— Yayasan KAKAK, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surakarta, elemen masyarakat dan pemuda Solo memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia Tahun 2023. Salah satu isu penting yang dikampanyekan pada Car Free Day (CFD) Solo, pada Ahad 28 Mei 2023 itu ialah Zero New Stunting 2024.
Kegiatan yang menekankan promosi kesehatan dalam bentuk layanan kesehatan yaitu ukur tensi dan Unit Berhenti Merokok (UBM) ini bekerjasama dengan 17 puskesmas se-Surakarta. Mereka berkolaborasi untuk mencegah trend kenaikan perokok dengan membuka stand Kampung Bebas Asap Rokok.
Partisipasi para pemuda ditunjukkan dengan hadirnya stand Pemuda Penggerak. Mereka melakukan talkshow bersama pelajar ditingkat SMP dan SMA yang merupakan target dari Industri Rokok.
Peranan generasi muda sangat besar sebagai motor pembangunan kesehatan, mencegah perokok pemula mewujudkan generasi muda yang cerdas ,sehat dan berkualitas. Pengendalian jumlah perokok akan akan berkontribusi pada PR Bangsa untuk menekan angka stunting dan mewujudkan zero new stunnting 2024.
“Menurunkan angka stunting menjadi tanggung jawab banyak pihak baik diantaranya pemerintah, masyarakat, swasta dan semua elemen yang ada,” kata Kepala Dinkes Surakarta, dr Siti Wahyuningsih dalam keterangan persnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Yayasan KAKAK, Shoim Shariyati. Ia mengungkapkan harapannya terhadap keberadaan RUU Kesehatan yang tengah dibahas pemerintah.
“Peran anak muda dan masyarakat dalam menekan tren kenaikan perokok menjadi hal yang penting, tetapi juga harus didukung dengan kebijakan yang kuat,” ujar Shoim.
“Apalagi saat ini RUU Kesehatan yang dibahas harus memiliki kekuatan untuk menekan konsumsi dan peredaran rokok melalui pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam bentuk apapun. Kebijakan ini menjadi dasar mengembangkan kebijakan ditingkat daerah sehingga upaya menurunkan trend perokok bisa diwujudkan,” tegasnya.
Yayasan KAKAK juga mengemukakan sejumlah data diantaranya pernyataan dari Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono tentang tingginya prevalensi perokok remaja akibat paparan iklan. Peningkatan keterpaparan iklan ini terjadi via internet, meningkat 10 kali lipat lebih dalam 10 tahun terakhir, dari 1,9% (2011) menjadi 21,4% (2021).
Anak muda menjadi target harus dikuatkan bahwa rokok adalah produk yang tidak normal karena menyebabkan beragam dampak buruk pada kesehatan. Sementara iklan, sponsor dan promosi yang bertebaran di sekitar mereka memberikan informasi yang menyesatkan seolah produk tersebut membuat lebih percaya diri, kesetiakawaan atau lainnya.
Data WHO menyebut Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka kematian akibat rokok.
Hasil penelitian WHO bekerja sama dengan US National Cancer Institute menyatakan angka kematian akibat tembakau diproyeksikan meningkat dari enam juta kematian per tahun menjadi delapan juta per tahun pada 2030. Lebih dari 80 persen terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah. (Kukuh)