(IslamToday ID)— Keberadaan lembaga survei menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2024 mendapat sorotan publik. Belum lama ini pengamat sosial dan politik Rocky Gerung memberikan kritik pedas terhadap lembaga survei sebagai ‘calo’.
Tak hanya Rocky, kebobrokan lembaga survei juga dibongkar oleh surveyor senior, Agung Prihatna. Ia membongkar sejumlah celah yang berpotensi menimbulkan bias hasil survei lembaga survei sebagai berikut:
Pertama, pemimpin lembaga survei. Afiliasi pemimpin lembaga survei menjadi sangat terlihat ketika pimpinannya ‘memihak’ kepada calon presiden (capres) tertentu.
“Sebenarnya survei-survei yang ada dasarnya itu bias. Bias apa? bias afiliatif dari para pemimpin lembaga survei,” ungkap Agung dalam video wawancaranya bersama Hersubeno Arief di channel youtube Hersubeno Point yang tayang pada Senin, 12 Juni 2023.
Kedua, surveyor lapangan. Penggunaan petugas survei lapangan lebih dari dua kali akan menimbulkan hasil survei menjadi bias, karena mereka mengetahui afiliasi lembaga survei tempatnya bertugas. Belum lagi fenomena adanya mafia petugas survei lapangan dan bisnis lembaga survei.
“Sebenarnya yang paling utama itu adalah si petugas lapangan. Kalau petugas lapangan mengetahui afiliasi lembaga yang dibantunya, apalagi kalau lembaga survei jarang melakukan penggantian petugas lapangan,” ujar Agung.
“Mereka hafal prosesnya dengan demikian mereka yang sudah lama dan berulang kali itulah sumber dari bias itu. Lihat bosnya afiliasinya kemana makanya kenapa kemudian kita lihat lembaga survei A menonjolkan yang ini lembaga survei B menonjolkan yang itu,” tandasnya.
Ketiga, quality control yang rendah. Bagian quality control sangat berkaitan dengan penghematan anggaran lembaga survei. Semakin tinggi persentase quality control, mendekati 100% terutama bagi yang mereka berafiliasi dengan calon tertentu membutuhkan biaya yang mahal.
“Persoalannya ini kan soal dana, soal kalau semakin besar quality control yang kita lakukan akan memakan biaya juga, di sini juga sumber-sumber penghematan lembaga survei,” tegas Agung.
“Kalau sudah menjadi bisnis itu kelemahannya di situ, makanya jangan heran kalau kemudian berbeda,” imbuhnya.
Agung secara tegas juga mengatakan jika lembaga survei saat ini berpihak dan dianggap bekerja untuk si calon. Makanya tidak heran kalau analisis yang dibuat lembaga survei sering kali berat sebelah.
“Para polster (petugas survei) tidak bermain memainkan data. Tetapi memainkan analisis, angel (berita)nya itu,” ucap Agung.
Ia juga memaparkan dampaknya terhadap kandidat calon-calon presiden dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Anies Baswedan misalnya akan ditempatkan dinomor tiga dibanding calon-calon lainnya seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
“Saya menduganya jadi Anies Baswedan itu masih di angka 25-30, lalu Prabowo dan Ganjar ini mungkin angkanya diantara 30-35, sama-sama,” ucap Agung.
“Dalam kondisi seperti ini mereka sama kuat, tidak ada yang mengatakan hanya akan ada Prabowo dan Ganjar yang akan menang. Ini analisis saya dengan memperhitungkan bias-bias tadi,” tandasnya. (Kukuh)