(Islam Today ID) – Koordinator SIAGA 98 Hasanuddin mengungkapkan program hilirisasi produk pertambangan oleh presiden Joko widodo (Jokowi) dinilai langkah yang tepat, dimana Indonesia memutuskan tidak lagi ekspor (nikel) dalam bahan mentah, melainkan dalam produk jadi bagi kepentingan industri nasional.
Kebijakan ini menunjukan keputusan ekonomi yang tepat sebagai wujud pengelolaan sumber daya alam bagi kepentingan nasional.
“SIAGA 98 memandang hal ini sebagai bentuk campur tangan kapitalisme global dengan menggunakan WTO dan IMF untuk menekan Indonesia demi kepentingan negaranya dengan mengabaikan kepentingan Indonesia,” tegas Hasanuddin.
SIAGA 98 mengecam UNI EROPA yang menggugat hal ini ke Organisasi Perdagangan Dunia WTO dan IMF atas pernyataannya bahwa Indonesia harus mempertimbangkan penghapusan larangan ekspor nikel karena merugikan Indonesia.
Menurut Hasanuddin, cara-cara Uni Eropa dan IMF ini sebagai cara yang primitif dan berwatak kolonialis dengan menggunakan instrumen organisasi internasional.
“Kami menyatakan dukungan atas keputusan presiden Jokowi ini sebab hal ini bagian dari reformasi ekonomi agar Indonesia bisa bersaing dalam perekonomian global dan mengedepankan kepentingan nasional,” imbuh Hasanuddin.
“Sudah saatnya organisasi internasional merekontruksi model primitifnya dalam mengelola perekonomian global demi keseimbangan, keadilan dan kesetaraan,” pungkas Hasanuddin.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan program hilirisasi nikel guna mempercepat pembangunan 32 fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di 2023.
Pembangunan smelter ini jadi program Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat hilirisasi tambang. Rencananya, pemerintah target mendirikan 53 smelter yang beroperasi hingga 2024.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Pertambangan Irwandy Arif mengatakan, dari 32 smelter tersebut, 20 diantaranya berdiri sendiri. Sedangkan 12 sisanya berintegrasi dengan tambang.
“Saat ini, sudah dibangun 21 smelter, 5 terintegrasi dan 16 berdiri sendiri (stand alone) yang mayoritas merupakan smelter nikel,” kata Irwandy Kamis (23/2/23).
Adapun sejak bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen dilarang ekspor per 1 Januari 2020, ekspor barang setengah jadi atau jadi dari nikel bisa melonjak hingga USD 20,9 miliar pada 2021. Sebelumnya, ekspor bijih nikel tercatat berada di angka USD 1,1 miliar pada 2014.
Lebih lanjut, Irwandy turut memaparkan program pemerintah agar negara tak lagi bergantung pada impor energi yang masih banyak dilakukan untuk produk LPG dan BBM. Itu dilakukan melalui penanaman investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi.
Irwandy beharap semua pihak dapat mendukung program tersebut. Sehingga tujuan kemandirian energi dan hilirisasi tambang dapat terwujud.
“Hal itu guna memberikan kontribusi yang optimal bagi pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat,” tutup dia.[mfh]