(IslamToday ID) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengapresiasi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 2 Tahun 2023 yang isinya melarang seluruh pengadilan di lingkungan MA mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama. Ia juga mengingatkan agar SEMA ini ditaati dan dilaksanakan secara konsisten oleh para hakim di seluruh pengadilan di wilayah hukum Indonesia.
“Alhamdulillah, MA telah mendengarkan apa yang kami, MUI, dan banyak elemen bangsa kritikkan, terkait fenomena pengadilan negeri yang secara kontroversial mengabulkan pencatatan pernikahan beda agama dalam setahun terakhir,” kata HNW sapaan akrabnya, Kamis (20/7/2023).
Menurutnya, esensi SEMA ini juga sesuai dengan konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak pengesahan pernikahan beda agama.
HNW mengatakan, sikap Ketua MA Muhammad Syarifuddin yang menerbitkan SEMA ini dengan menjadikan UU Perkawinan sebagai rujukan utama sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku.
“SEMA itu sejalan dengan pelaksanaan prinsip Indonesia sebagai negara hukum yang dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, dan juga berbagai putusan MK yang menguatkan UU Perkawinan dan karenanya menolak pengesahan pernikahan beda aAgama,” ungkapnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan dengan terbitnya SEMA tersebut agar ke depan tidak ada lagi hakim di pengadilan negeri yang “mengakali” celah hukum dengan mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.
“SEMA ini harus menjadi pedoman bersama di lingkungan pengadilan. MA sudah menegaskan bahwa pernikahan yang sah adalah pernikahan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan, dan Pasal 28B ayat (1) UUD NRI 1945, dan karenanya melarang pencatatan pernikahan beda agama karena tak sesuai dengan UU Perkawinan itu,” jelasnya.
HNW berharap dengan sudah terbitnya SEMA tersebut, maka demi tegaknya hukum dan terlaksananya toleransi beragama secara benar, polemik dan fenomena pencatatan/pengesahan pernikahan beda agama yang bertentangan dengan UU Perkawinan, UUD 1945, dan Putusan MK tersebut bisa diakhiri dan dikoreksi.
Ia mencatat fenomena dalam setahun terakhir ini dimulai pada Juni 2022, dimana Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengabulkan pencatatan pernikahan beda agama. Selanjutnya seperti bola salju, fenomena yang salah itu juga dilakukan oleh para hakim di sejumlah pengadilan, seperti di PN Pontianak, PN Yogyakarta, PN Tangerang, PN Jakarta Selatan, dan terakhir pada Juni 2023 dilakukan kembali oleh PN Jakarta Pusat. [wip]