(IslamToday ID) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengutuk keras aksi pembakaran Al- Quran yang kembali terjadi di Swedia dan Denmark yang di antaranya bahkan dilakukan di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Copenhagen, Denmark. HNW, sapaan akrabnya, meminta pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk bersikap lebih tegas menghentikan tindakan intoleran radikal dan Islamofobia tersebut.
“Aksi intoleran radikal di Swedia dan Denmark tersebut harusnya tidak dibiarkan berkelanjutan. OKI, bahkan Presiden Jokowi memang sudah mengkritik keras, dan pemerintah Indonesia telah memanggil Dubes Swedia dan Denmark di Indonesia dan menyampaikan protes keras. Sikap pemerintah itu tidaklah cukup. Perlu langkah yang lebih efektif. Bila perlu boikot produk-produk Swedia dan Denmark atau mengusir Dubes Swedia dan Denmark dari negara-negara anggota OKI, termasuk Indonesia apabila pemerintah Swedia dan Denmark tidak serius mengatasi tindakan radikal dan Islamofobia itu,” kata HNW melalui siaran persnya, Rabu (16/8/2023).
Ia mengatakan aksi intoleran radikal dari sayap kanan yang kembali melakukan penistaan agama Islam dengan membakar Al-Quran semakin marak di negara-negara Skandinavia. Peristiwa tersebut beberapa kali dilakukan di Denmark dan juga Swedia.
Oleh karena itu, HNW menyerukan agar Indonesia perlu efektif menggalang sikap bersama dunia Islam dan dunia anti-Islamophobia serta peduli HAM untuk mengutuk dan menghentikan aksi intoleran radikal tersebut.
“Ada banyak forum yang bisa dimaksimalkan oleh pemerintah Indonesia, seperti forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Muslim Dunia, Dewan HAM PBB, serta Majelis Umum PBB yang sudah menyetujui adanya hari internasional melawan Islamofobia,” ujarnya.
HNW melanjutkan, bahwa instrumen hukum internasional juga bisa dijadikan dasar untuk menghentikan aksi intoleran radikal tersebut. Misalnya, Resolusi Dewan HAM PBB No A/HRC/53/L/23 yang mengutuk pembakaran Al-Quran, serta Resolusi PBB yang disetujui oleh Sidang Umum PBB pada 15 Maret 2022 yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Memerangi Islamofobia.
“Aksi pembakaran Al-Quran tersebut merupakan wujud konkret dari Islamofobia yang perlu diperangi secara bersama dan oleh negara-negara anggota PBB,” tukasnya.
HNW menuturkan, selain itu di level regional Eropa, Pengadilan HAM Eropa juga telah memberikan batasan yang konkret terkait kebebasan berekspresi dan penistaan agama. Dalam putusannya pada 2018 lalu, Pengadilan HAM Eropa menegaskan bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW merupakan penistaan agama dan tidak termasuk kebebasan berekspresi. “Hal sejenis seharusnya juga diterapkan terhadap kasus berulang pembakaran kitab suci Al-Quran, bahwa itu juga bukan termasuk kebebasan berekspresi,” ungkap HNW.
Lebih lanjut ia menyayangkan sikap pemerintah Swedia dan Denmark yang abai memperhatikan hal-hal penting semacam itu. “Sebenarnya dengan sikap PBB, Dewan HAM PBB, serta Mahkamah HAM Eropa, sudah jelas dan tegas batasan antara penistaan agama dan kebebasan berekspresi. Penistaan Agama seperti terhadap kitab suci Al-Quran dan pelecehan simbol agama bukan bagian dari kebebasan berekspresi, bukan bagian dari HAM, yang karenanya harus dihentikan dan tidak ditolerir,” pungkasnya. [wip]