(IslamToday ID) – Munculnya sosok bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo di tayangan azan di sebuah televisi swasta memancing reaksi dari sejumlah kalangan.
Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) Saiful Anam menilai publik tidak akan lagi respek kepada kader PDIP tersebut karena dianggap memainkan politik identitas dan didukung cukong besar sehingga bisa tayang pada saat azan di televisi.
Menurutnya, munculnya Ganjar pada saat azan di salah satu televisi swasta merupakan pelanggaran penayangan. Pelanggaran tersebut dikarenakan publik mengetahui bahwa Ganjar telah digadang-gadang menjadi bakal capres.
“Publik tidak akan lagi respek kepada Ganjar, karena selain dinilai memainkan politik identitas, juga akan dinilai Ganjar sedang didukung oleh cukong besar sehingga sampai tayang pada saat azan di TV swasta di Indonesia,” ujar Saiful dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Ahad (10/9/2023).
Akademisi Universitas Sahid Jakarta ini menilai sebagai bakal capres, tidak elok ditampilkan pada azan Magrib di stasiun televisi swasta.
“Selain itu, dengan munculnya Ganjar pada saat azan, justru akan merugikan Ganjar sendiri. Karena selain akan dinilai sebagai bagian dari politik identitas, juga publik akan berpikir bahwa ada pemberian fasilitas istimewa dan bahkan mengarah adanya sponsorship berlebihan kepada Ganjar yang justru akan merusak nama Ganjar itu sendiri,” pungkas Saiful.
Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi. Ia mengatakan Ganjar dianggap melakukan kampanye terselubung dan mempolitisasi agama karena muncul dalam tayangan azan.
“Kalau dilihat dari azan yang disiarkan di RCTI, dimana GP (Ganjar Pranowo) dimunculkan itu jelas kampanye tersembunyi,” ujarnya.
Karena, kata Muslim, Ganjar saat ini posisinya sebagai bakal capres PDIP. Apalagi KPU belum memulai waktu kampanye.
“Jadi azan dengan munculkan wudhu dan salat GP (Ganjar Pranowo) di RCTI sebagai kampanye terselubung. Ini mempolitisasi agama,” kata Muslim.
Padahal, menurutnya, pemerintah kerap kali mengingatkan masyarakat atau siapapun untuk tidak melakukan politik identitas. “Tapi politisasi agama sebagai alat kampanye malah dikerjakan dalam kasus azan ini. Tindakan RCTI masuk kategori politisasi agama,” pungkas Muslim. [wip]