(IslamToday ID) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Polri menggelontorkan anggaran pembelian gas air mata mencapai Rp 49 miliar. Pembelian gas air mata itu dinilai terlalu mahal.
Hal itu diungkapkan peneliti ICW, Nisa Rizkiah dalam diskusi yang diadakan bersama Trend Asia dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang membahas soal “Konflik Rempang: Daftar Panjang Brutalitas Kepolisian”.
Nisa mengatakan, temuan tersebut dilakukan berdasarkan pengumpulan informasi berbasis sumber terbuka melalui LPSE, SiRUP, pemberitaan, SIKAP, dan akta perusahaan yang dipantau dalam rentang waktu Januari hingga September 2023.
“Sejak Januari hingga September 2023 terdapat satu kali pengadaan gas air mata sebanyak 67.023 dengan kaliber 37-38 mm dengan pagu Rp 49.255.202.700,” kata Nisa dalam diskusi yang diadakan di Rumah Belajar ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (15/9/2023).
“Selain itu, terdapat proyek pengiriman untuk gas air dengan pagu Rp 706.143.060,” sambungnya.
Nisa merinci, untuk harga satu unit gas air mata yang dibeli Polri dengan menghitung harga pagu Polri yang senilai Rp 49.255.202.700 dibagi volume pekerjaan Polri 67.023 dengan hasil satu unit gas air mata seharga Rp 734.900.
Ia menyebut harga gas air mata rata-rata berkisar antara harga termurah 22 dolar AS dan harga tertinggi 40 dolar AS. Apabila dikalkulasikan dalam bentuk rupiah dalam trimester pertama harga 1 dolar AS senilai Rp 15.319.
Setelahnya, perhitungan sebanyak 67.023 unit gas air mata jika dihitung dengan biaya lain diperkirakan 15 persen terdiri dari perhitungan untuk pengadaan, 5 persen untuk ongkos kirim, dan 10 persen keuntungan.
Dalam perhitungan ICW dengan menggunakan rata-rata harga terendah didapatkan total pembelian sebagai berikut:
Harga pasaran rata-rata 22 dolar AS: Rp 25.279.051.674
Harga pasaran rata-rata 40 dolar AS: Rp 47.255.202.700.
Apabila diselisihkan dengan pagu anggaran Polri dengan rata-rata pembelian gas air mata maka didapatkan untuk kurs 22 dolar AS selisih harga Rp 23 miliar. Sedangkan untuk rata-rata kurs 40 dolar AS senilai Rp 2 miliar.
Selisih angka itu menurut Nisa terdapat dugaan kemahalan bahkan minimnya transparansi penggunaan dan perencanaan gas air mata.
“Karena kalau kita lihat, kita tidak bisa mengakses kerangka kerja polisi yang mana kalau di kerangka kerja itu pasti ada berapa sebetulnya kebutuhan gas air mata dari setiap tahun. Nah ini kita tidak bisa akses datanya sehingga kita anggap masih belum transparan,” bebernya.
Dalam kejanggalan lainnya yakni pada saat proses lelang. Nisa mengatakan terdapat Sembilan perusahaan yang mengikuti tender, namun hanya satu perusahaan yang memberikan penawaran saja. Adapun pemenang tender itu adalah PT Dwi Jaya Perkasa yang baru didirikan 2 Januari 2023.
Atas dasar itu, ICW mendesak kepolisian untuk membuat peraturan terkait penggunaan dan pengelolaan gas air mata dalam mengurai masa aksi. Lalu mendesak agar membuka data terkait kebutuhan gas air mata setiap tahunnya beserta kontrak pengadaan.
“Mendesak kepolisian untuk menghentikan pembelian gas air mata sampai ada evaluasi dan perbaikan mengenai tata kelola penggunaan gas air mata,” tegas Nisa dikutip dari Liputan 6.
“DPR harus segera memanggil Kapolri untuk dimintai pertanggungjawaban atas sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan pengguna gas air mata,” pungkasnya. [wip]