(IslamToday ID) – Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengaku setiap mendatangi acara PBNU ia selalu ditanya dukungan politik, khususnya untuk pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Hal itu ia sampaikan dalam pidato “Halaqoh dan Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) 1 Pengurus Wilayah NU Sumatera Utara” yang diunggah di kanal YouTube TVNU, dikutip Selasa (3/10/2023).
Miftah mengatakan, setiap ada undangan selalu ada pertanyaan siapa dan partai apa yang akan didukung oleh PBNU. “Saya bilang nanti, menanti komando instruksi PBNU, wong calonnya saja belum ditetapkan. Calonnya bisa juga calon ini gugur, enggak masuk, namanya calon, calon jadi juga calon tidak jadi,” katanya.
“Maka saya katakan, tunggu komando PBNU, jangan buka lapak sendiri-sendiri, jangan buka toko, warung sendiri-sendiri, baik grosir maupun eceran di dalam menyongsong datangnya tahun politik,” lanjutnya.
Miftah menyampaikan, sikap PBNU ini bukan berarti menghilangkan hak politik warga NU. Akan tetapi, PBNU memasuki abad kedua usianya yang mulai memberikan warna organisasi yang sistemik dan bisa terus maju mengikuti perkembangan zaman.
“Bukan berarti kita menghilangkan hak politik, tapi NU adalah menuju pada abad kedua ini, sebagai organisasi yang sistemik, bersistem, organisasi yang ada sami’na wa atho’na. Dan organisasi yang bisa bertabayun manakala ada berita-berita yang miring dan tidak baik,” ucapnya.
Adapun topik serupa juga diungkapkan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dalam acara rakernas Fatayat NU. “Soal yang lain-lain misalnya soal politik dan lain-lain, sudahlah, ikuti saja saya, kita nunggu Rais Aam,” ucapnya.
Gus Yahya mengatakan, sudah diberikan pesan agar menunggu keputusan dari Rais Aam untuk memutuskan arah dukungan PBNU. “Kemarin sudah dibilang sama Rais Aam kemarin, ya sudah kita tunggu saja. Saya saja sudah disuruh nunggu, masa kalian enggak nunggu. Kita nunggu saja sudah, enak,” ucapnya kepada para Fatayat NU.
Gus Yahya kemudian menekankan bahwa politik tak lagi jadi kepentingan utama PBNU. PBNU saat ini lebih bercorak pada organisasi Islam yang turun langsung memberikan perubahan tanpa terafiliasi dengan politik praktis.
Ia menyebut Pemilu 2024 bukan kepentingan utama dan bisa diibaratkan hanya sebatas simbol estafet kepemimpinan di Indonesia. “Karena yang penting soal politik ini, yang penting kan kita lewat dengan selamat, itu aja yang penting,” ujar Gus Yahya.
“Ini cuma tempat lewatan saja, ini bukan pusat kepentingan kita. Karena positioning Nahdlatul Ulama sudah bergeser, tidak lagi politik,” pungkasnya. [wip]