(IslamToday ID) – Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyebut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 90/PUU-XXI/2023 yang membuka jalan bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, maju ke Pilpres 2024 walau belum berusia 40 tahun, melibatkan kantor kepresidenan.
Hal itu ia sampaikan selaku pelapor dalam sidang pemeriksaan Majelis Kehormatan MK (MKMK), Selasa (31/10/2023).
“Putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja dari suatu kejahatan yang terencana dan terorganisir, planned and organized crime, sehingga layak pelapor anggap sebagai mega skandal Mahkamah Keluarga,” kata Denny yang terhubung secara daring.
“Mega skandal Mahkamah Keluarga itu melibatkan tiga elemen tertinggi. Pertama, orang nomor satu, yaitu the first chief justice Ketua Mahkamah Konstitusi. Kedua, untuk kepentingan langsung pihak keluarganya, yaitu the first family, keluarga Presiden RI Joko Widodo dan anaknya Gibran Rakabuming Raka. Ketiga, demi menduduki posisi di lembaga kepresidenan, yaitu the first office, Kantor Kepresidenan RI,” ungkapnya dikutip dari Kompas.
Denny menyebutkan apa yang terjadi dalam penyusunan Putusan 90 itu koruptif, kolutif, dan nepotis. Oleh sebab itu, menurutnya, MKMK tak cukup hanya mengadili perkara ini secara etik, walaupun hingga ke titik memecat Ketua MK Anwar Usman secara tidak hormat.
Denny mendesak agar MKMK menerbitkan putusan yang sanggup mengoreksi Putusan 90 yang kadung menjadi tiket untuk Gibran mendaftarkan diri ke KPU sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Ia menegaskan, Putusan 90 itu merupakan produk manipulasi dan rekayasa untuk kepentingan politik. Denny berharap MKMK berani mengambil sikap yang luar biasa, kendati dilematis, karena perkara yang ditangani juga luar biasa.
“Pelapor mengusulkan, Putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar maju berkompetisi dalam Pilpres 2024. Perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan dari Putusan 90 yang menabrak nalar dan moral konstitusional tersebut,” kata Denny.
“MKMK yang mulia semoga berkenan untuk menyatakan tidak sah Putusan 90 atau paling tidak memerintahkan agar MK melakukan pemeriksaan ulang perkara 90 itu dengan komposisi hakim yang berbeda, tanpa hakim terlapor,” tambahnya.
Denny juga berharap putusan MKMK kelak dapat dilaksanakan meski ada upaya hukum banding. “Untuk menghindari putusan MKMK tidak dilaksanakan dalam tenggat waktu yang sangat sempit, dan menghindari upaya banding disalahgunakan untuk menunda eksekusi,” kata pria yang berdomisili di Australia itu. [wip]