(IslamToday ID) – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie membeberkan seputar keputusannya dalam kasus gugatan batas usia capres-cawapres. Salah satu yang diungkapkan Jimly yakni terkait dengan adanya intervensi pihak luar terhadap hakim MK.
Putusan MKMK yang menyebut adanya intervensi pihak luar tertuang di poin 9, yakni “Hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan No 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3.”
Jimly mengatakan telah mengambil banyak informasi penting sebelum menghasilkan putusan tersebut. “Nah jadi banyak sekali yang kita kumpulkan informasi itu. Tentu tidak perlu dikemukakan semua, tidak boleh juga, yang penting kami sudah dapat bukti bahwa ini pelanggaran berat,” katanya dalam YouTube Akbar Faizal Uncensored, Jumat (24/11/2023).
Ia menekankan bahwa semua hakim bertanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi dalam proses putusan MK. “Bahkan bukan hanya Pak Anwar Usman yang melanggar. Semua hakim itu sendiri-sendiri ada salahnya pada level tertentu itu,” ujarnya.
“Nah yang paling berat tentu ya ketua, Pak Anwar karena dari 21 laporan, 15 untuk dia sendiri,” tambahnya.
Selain itu, Jimly juga menegaskan bahwa sanksi sudah dijatuhkan dan para terdakwa harus menghadapi hukuman. Menurutnya, hukuman paling ideal adalah diberhentikan dari anggota hakim.
“Yang penting sanksi sudah kita jatuhkan. Mudah-mudah jadi pelajaran. Paling ideal itu diberhentikan dari anggota,” ungkapnya.
Meskipun dalam praktiknya putusan MKMK masih dapat diajukan banding. Tapi menurut peraturan PMK, ini harus ada banding berarti putusan kami bisa dimentahkan.
“Nah jadi supaya ini tidak berlarut-larut, waktu tidak banyak. Kita ambil putusan bahwa ini tetap dia diberhentikan, tapi dari anggota,” ujarnya.
Jimly menegaskan ada benturan kepentingan tertentu. “Jadi terbukti ada benturan kepentingan dan yang lebih gawat lagi ini tidak dirasakan dengan alasan sudah biasa, gitu loh,” katanya.
Menurutnya, praktik-praktik ini tidak benar, meski masif ditemukan di masyarakat karena telah menjadi alibi untuk mencapai kepentingan masing-masing.
“Jadi itu menjadi alibi untuk menggambarkan praktik benturan kepentingannya sudah biasa. Ini enggak benar. Nah jadi kami bertiga majelis kehormatan harus menyatakan yang benar itu benar, dan yang salah itu salah,” pungkasnya. [res]