(IslamToday ID) – Joget gemoy yang dipopulerkan oleh calon presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto mendapat reaksi beragam di semua platform media sosial (medsos). Sambutan positif datang dari pengguna TikTok, namun berbanding terbalik di Twitter atau X.
“Sesuai dengan platform kalau kita lihat, misalnya di TikTok ya dengan kata kunci ‘gemoy’ itu lebih banyak yang positif di sana ya,” kata Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi dikutip dari YouTube CNN Indonesia, Sabtu (2/12/2023).
Ia menjelaskan karakter dari TikTok cenderung berisi video joget-joget. Formula platform ini pun lebih disukai anak-anak muda, baik itu gen Z maupun milenial. Sedangkan di platform Twitter memiliki karakter dan formula yang berbeda.
“Karakter di Twitter itu sangat kritis, sehingga kita lihat sentimennya ternyata banyak sekali yang negatif,” ungkapnya.
Data dari Drone Emprit memaparkan pada tanggal 12 sampai 30 November 2023 bahwa 58 persen dari 91.000 percakapan di Twitter menunjukkan sentimen negatif.
“Banyak sekali kritikan-kritikan yang disampaikan, ada dukungan tapi kritikan juga semakin banyak itu, terutama di Twitter atau X,” tutur Fahmi.
Dalam data tersebut terlihat beberapa klaster atau kelompok-kelompok user dengan beberapa warna berdasarkan sentimen user terhadap “gemoy”.
“Yang paling besar warnanya merah, itu sentimennya sangat negatif. Itu didominasi oleh klaster yang pro Ganjar, pro Anies, dan bahkan mereka yang netral,” ujar Fahmi.
Sementara itu, sentimen positif terhadap “gemoy” hanya ditemukan dari kubu pro Prabowo. “Makanya kalau dilihat memang kalau di Twitter klaster Prabowo itu lebih kecil dibanding yang lain,” jelasnya.
Tetapi, ketika di TikTok data menunjukkan hasil yang berbanding terbalik. “Ini berbeda memang kalau di Tiktok, Prabowo itu paling besar, sangat besar ya,” tuturnya.
Fahmi menambahkan penyebaran sentimen negatif dari user di Twitter memang natural dan tidak ditemukan pola yang spesifik. Sedangkan untuk sentimen mendukung ditemukan di pinggir-pinggir gambar.
“Kalau yang mendukung itu kita lihat ada yang warna hijau agak di pinggir yang ngerumpi istilahnya. Itu ada semacam upaya untuk mengamplifikasi, biasanya lewat akun-akun khusus yang ditugaskan untuk mengamplifikasi bisa lewat buzzer atau mungkin kadang bot,” tegas Fahmi.
Ia menambahkan bahwa gimik atau kampanye di media sosial juga bisa dilakukan oleh semua paslon, baik itu nomor urut 1, 2, atau 3. Namun, ia menekankan bahwa dalam penggunaan gimik harus disertai dengan substansi politiknya. “Gimik itu diperlukan juga bersamaan dengan gagasan,” pungkas Fahmi. [res]