(IslamToday ID) – PDI Perjuangan mendorong pembentukan Komite Independen untuk mengawasi jalannya pelaksanaan Pemilu 2024. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait peningkatan transaksi mencurigakan selama masa kampanye Pemilu 2024.
“Ya bagian dari instrumen demokrasi ada fairness, akuntabilitas, dan juga dalam menggunakan sumber daya,” ujar Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Jumat (15/12/2023).
“Maka kami meminta bantuan pada kelompok-kelompok pro-demokrasi, sebagaimana almarhum Bapak Nurcholish Madjid yang saat itu mendirikan KIPP atau Komite Independen Pemantau Pemilu untuk ikut menjadi wasit yang baik antar-partai politik, antar-calon,” sambungnya.
Dia pun menyinggung bahwa saat ini ada partai politik yang secara tiba-tiba bisa memasang baliho di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, Hasto memperkirakan jumlah baliho yang terpasang itu lebih banyak dibanding jumlah pengurusnya.
“Ini harus ada yang menghitung, berapa, apakah partai-partai itu melaporkan? Berapa biaya pemasangan baliho, berapa jumlah baliho yang dipasang?,” kata Hasto.
Menurut Hasto, sikap tersebut dapat menjaga pertarungan demokrasi yang adil dan berkualitas. Dari situ, maka diperlukan adanya pembentukan komite independen.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan data peningkatan transaksi mencurigakan terkait Pemiilihan Umum (Pemilu) 2024. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan, peningkatan transaksi mencurigakan itu mencapai lebih dari 100 persen.
“Kita lihat transaksi terkait dengan Pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kita dalami,” kata Ivan usai menghadiri acara “Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara” di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Menurutnya, PPATK menemukan bahwa beberapa kegiatan kampanye dilakukan tanpa pergerakan transaksi dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). Justru, kata Ivan, bahwa yang bergerak adalah transaksi pihak-pihak lainnya.
“Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu darimana kalau RKDK tidak bergerak? Kita melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye,” ujra Ivan.
PPATK sudah melaporkan dugaan ini kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). “Sudah kami sampaikan beberapa transaksi terkait dengan angka-angka yang jumlahnya luar biasa. Saat ini kami masih menunggu respons dari Bawaslu dan KPU,” jelasnya.(hzh)