(IslamToday ID) – Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) menyoroti kasus adanya surat suara sudah tercoblos pasangan nomor urut 2 di Taiwan. Menurutnya, apa yang terjadi di Taiwan bukan kali pertama.
“Di 2019, saya lupa di Singapura atau Malaysia itu juga berserakan di kontainer (surat suara),” kata Bambang dikutip dari tayangan YouTube Novel Baswedan, Jumat (5/1/2024).
“Untungnya KPU responsif, dalam artian surat suara yang telah dikirim ke Taiwan yang sudah dicoblos tidak sah semuanya. Tapi yang menimbulkan pertanyaan adalah mengapa yang memberikan jawaban responsif adalah Presiden Jokowi,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan dalam praktik demokrasi peluang untuk terjadi korupsi sangat besar.
“Di tahun politik ini memang isu demokrasi dikorupsi menjadi sesuatu (yang dibicarakan). Demokrasi merupakan sirkulasi kepemimpinan. Begitu dikorupsi akan terjadi dinasti oligarki. Pada titik itu kehidupan berbangsa dan bernegara tidak ada gunanya,” tuturnya.
Pendiri ICW ini lantas memberikan gambaran hal yang dapat menciptakan peluang korupsi dalam pemilu.
“Pertama, tahun ini pemilihan ada di seluruh strata kepemimpinan dan sektor dari presiden, kepala daerah di seluruh Indonesia, DPR, DPRD, DPD, yang nantinya merekrut yang ada di yudikatif. Kalau di situ sudah kacau, maka ini akan mengacaukan sistem rekrutmen yang terjadi. Jadi daya rusaknya dahsyat sekali,” terangnya.
Kedua, dalam proses demokrasi pelaku yang diduga menyebabkan sirkulasi demokrasi tidak baik adalah penyelenggara pemilu.
“Kita harus memperhatikan penyelenggara pemilunya. Kalau penyelenggara pemilunya hebat karena punya integritas, 50 persen demokrasi itu akan menghasilkan sirkulasi kepemimpinan yang tepat,” sambungnya.
Bambang lantas mencontohkan kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2004 yang korupsi berkonsentrasi di pengadaan barang dan jasa, pada 2019 kaitannya dengan disuapnya komisioner.
“Semakin ke sini jenisnya lebih berat pada korupsi politiknya ketimbang korupsi di pengadaan barang dan jasa. Dampaknya jauh lebih dahsyat,” ujarnya.
Modus operandi kejahatan pemilu sendiri, menurut Bambang, dapat dilakukan dengan pemanfaatan suara sisa dan gap antar DPT dengan orang yang hadir. Belum lagi DPT yang dijual di pasar gelap karena hingga hari ini belum ada konfirmasi secara resmi.
Untuk meminimalisir kecurangan yang terjadi di setiap TPS, Bambang menganggap pentingnya daftar pemilih tetap (DPT) serta adanya proses pengawasan terhadap proses distribusi surat suara.
Sementara, untuk DPT yang dijual di pasar gelap yang hingga saat ini belum ada konfirmasi dan klarifikasi, dirinya mengusulkan untuk membentuk badan investigasi independen yang mewakili dari kalangan partai selain dari independen dan masyarakat sipil. [ran]