(IslamToday ID) – Analis komunikasi dan politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menilai situasi pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang diperkirakan bakal mirip dengan periode pemerintahan kedua Presiden Jokowi, yakni minim tekanan dari pihak oposisi jika mereka berhasil merangkul kekuatan yang tadinya berhadapan.
Sehingga, jika kekuatan oposisi di DPR melemah maka tidak ada penyeimbang dan berakibat eksekutif bisa tak terkendali. “Formula seperti itu kelihatannya akan terjadi di pemerintahan Prabowo-Gibran,” kata Ujang dikutip dari Kompas, Rabu (1/5/2024).
“Demokrasi yang sehat ada kekuatan oposisi yang bisa mengawal, mengontrol, mengawasi jalannya pemerintah agar tidak salah jalan. Ini penting karena tanpa oposisi, demokrasi akan mudah dibelokkan, oleh karena itu kita butuh penyeimbang,” lanjut Ujang.
Pemerintahan periode kedua Jokowi mendapat dukungan dari hampir seluruh partai politik yang duduk di parlemen. Pada mulanya Partai Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan. Akan tetapi, pada akhir periode pemerintahan justru Demokrat bergabung dengan pemerintah.
Menurut Ujang, banyaknya partai politik yang masuk dalam barisan koalisi pendukung pemerintah memang bisa membuat pemerintah Prabowo-Gibran berjalan stabil.
Di sisi lain, koalisi gemuk pemerintahan ini akan berdampak kurangnya kendali dan pengawasan legislatif terhadap pemerintah dan hal itu bisa berdampak negatif.
Ujang mencontohkan pada pemerintahan periode kedua Jokowi yang hampir semua kebijakan pemerintah mendapat dukungan dari parlemen.
Dukungan itu termasuk kebijakan yang dianggap tidak pro aspirasi masyarakat, semisal revisi UU KPK, pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, dan revisi UU Minerba.
Dalam pengesahan sejumlah beleid itu, kekuatan partai oposisi yang menentang kalah kuat dengan partai koalisi pendukung pemerintah. “Ini karena kekuatan Jokowi-Ma’ruf mayoritas di parlemen,” ujar Ujang.
Ia menambahkan, jika nantinya pemerintahan Prabowo-Gibran membuat kebijakan yang tidak berpihak rakyat, akan sulit bagi partai oposisi untuk menentang atau mengkritik kebijakan itu di parlemen.
Sampai saat ini baru PDIP yang sudah meyakinkan diri akan berada di luar pemerintahan. Sedangkan partai politik di luar Koalisi Indonesia Maju, seperti PKB, Partai Nasdem, PKS, dan PPP sudah membuka jalur komunikasi untuk bergabung di pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Ya mudah-mudahan walaupun formulasinya sama, kekuatan parlemenya sama-sama kuat, tetapi Prabowo-Gibran bisa menjalankan amanah dengan baik, dengan membuat kebijakan yang tidak melukai rakyat,” pungkas Ujang. [wip]