(IslamToday ID) – Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto mengatakan kemunduran demokrasi di Tanah Air telah terjadi. Hal itu setidaknya dapat dilihat dari berbagai indikator dan kasuistik yang terjadi belakangan ini.
Ia mencontohkan bagaimana Presiden Jokowi terus berupaya melanggengkan kekuasannya dengan berbagai cara. Mulai dari menggulirkan wacana tiga periode, penundaan pemilu, hingga pembajakan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mengubah undang-undang untuk meloloskan putranya, Gibran Rakabuming Raka hingga akhirnya kini menjadi cawapres.
“Setelah wacana tiga periode meredup, kita mendengar ada tunda pemilu. Jadi, upaya untuk melanggengkan kekuasan bisa dilihat jejak digitalnya. Sudah sejak lama meskipun presiden mengatakan menolak-menolak tapi tetap terjadi. Jadi, ada inkonsistensi antara tindakan dan perbuatan,” kata Wijayanto dalam diskusi virtual LP3ES bertajuk ‘Masa Depan Demokrasi Jika Dinasti Jokowi Menang’ dikutip dari RMOL, Selasa (9/1/2024).
Belum lagi, katanya, upaya Jokowi menyandera lawan politiknya begitu vulgar dipertontonkan. Mulai dari upaya pembegalan Partai Demokrat melalui KSP Moeldoko, pergantian Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, hingga mengintervensi Partai Golkar, PAN, bahkan PKS.
“Ada upaya pelemahan lawan-lawan politiknya. Presiden melakukan intervensi pemilihan ketum partai di berbagai partai, supaya kemudian terpilih ketua baru yang memihak. Meskipun sebagian berhasil sebagian tidak,” ungkap Wijayanto.
Atas dasar itu, ia menilai praktik dan upaya melanggengkan kekuasan yang dilakukan Jokowi membawa demokrasi pada kehancuran.
“Butuh fakta apalagi bahwa demokrasi kita di ujung tanduk? Mengapa begitu lambat bagi kita untuk menyadari tanda-tanda kematian demokrasi sudah sedemikian dekat? Apakah kita harus menunggu hingga demokrasi di Indonesia sepenuhnya mati?” pungkas Wijayanto. [wip]