(IslamToday ID) – Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai banyaknya aksi kriminalisasi dalam Pemilu 2024 sebagai bentuk kesalahan pertahanan dan keamanan (hankam) di era Jokowi.
“Kita melihat di rezim pemerintahan Jokowi pertahanan dan keamanan utamanya adalah Kepolisian RI sering dijadikan alat untuk pembungkaman ekspresi politik, ekspresi HAM. Bukan hanya pada masyarakat sipil, lawan-lawan korban, aktivis, tetapi juga lawan politik,” kata Julius dikutip dari YouTube Official iNews, Kamis (11/1/2024).
Fenomena tersebut terbawa hingga Pemilu 2024 yang pada akhirnya berkaitan dengan netralitas.
“Kami melihat ada cacat netralitas TNI-Polri. Kedua, adanya pelaporan yang berkaitan dengan materi-materi penyelenggaraan pemilu, yang seharusnya masuk dalam koridor penyelenggaraan pemilu, baik itu mekanisme pengawasan, pelanggaran, etik. Tidak keluar dari itu,” paparnya.
“Ketiga, menggunakan proses hukum. Laporan-laporan di kepolisian sebagai alat untuk menekan, mengintimidasi, sehingga ekspresi-ekspresi politik dan agenda politik dapat dihentikan,” sambung Julius.
Ia melihat dari semua tindakan politisasi apabila tidak segera dihentikan maka proses penegakan hukum di Indonesia akan terganggu.
“Yang paling fatal apabila ini sarat nuansa politiknya maka terganggunya proses hukum akibat objektivitas dan juga independensi dari aparat pemegak hukum,” katanya.
Julius lantas mengutip pernyataan Jaksa Agung yang mengatakan segala bentuk proses hukum, laporan, dan lainnya yang terkait penyelenggaraan pemilu, politisi yang maju pada kontestasi pemilu itu harus direview tegas, dan bahkan harus dihentikan jika ada politisasi di dalamnya.
“Harusnya seluruh sikap aparat penegak hukum demikian, sehingga tidak ada kriminalisasi yang digunakan sebagai salah satu alat kampanye terselubung untuk menekan pasangan-pasangan lain,” jelasnya.
Sepanjang penyelenggaraan pemilu di Indonesia, menurut Julius, Pemilu 2024 merupakan pemilu dengan tensi tertinggi. “Titik tertinggi di mana hak asasi dan edukasi politik itu berbaur dan harus disuarakan sebebas mungkin, seluas mungkin tanpa ada intervensi apalagi intimidasi lewat proses hukum.”
Julius lantas menyebut sejumlah tokoh yang vokal dalam memberikan edukasi politik kepada masyarakat agar melek terhadap kondisi perpolitikan di Tanah Air.
“Karena kita dalam kondisi kritis kaitannya dengan ekspresi politik, agenda politik, termasuk mengangkat HAM dalam kontestasi politik tertinggi yaitu pemilu,” pungkasnya. [ran]