(IslamToday ID) – Pakar hukum Hibnu Nugroho mengapresiasi temuan PPATK terkait 36,67 persen anggaran Proyek Stategis Negara (PSN) masuk ke kantong ASN dan politisi. Meski itu seharusnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kita apresiasi temuan PPATK karena selama ini PPATK hanya memberikan transaksi informasi yang wajar dan tidak wajar, tapi sekarang ada suatu progres terhadap adanya aliran-aliran dana yang masuk pada kelompok ASN tertentu,” kata Hibnu dikutip dari YouTube KOMPASTV, Sabtu (13/1/2024).
“Ini seharusnya tugas BPK, BPKP karena kalau kita lihat suatu korupsi kita lihat karena adanya kelemahan pengawasan, lemahnya kontrol. Pertanyaannya sekarang, BPK apa yang disampaikan karena BPK tersandera. Kasus BTS kena, kasus Maluku ada. BPKP gak ada suaranya,” sambungnya.
Hibnu mengatakan dengan temuan PPATK ini seharusnya sudah dapat digunakan sebagai dasar bagi aparat penegak hukum untuk mulai melakukan penyelidikan.
“Sehingga kita dukung sumber informasi dari PPATK. Penegak hukum harus siap. Karena ini duit utang, 36 (jumlah PSN) itu mengalir dan 36 itu digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan tupoksi strategi nasional. Ini yang mungkin ke arah politisi,” jelasnya.
“Artinya bahwa pembangunan Rp 1.500 triliun hanya dapat dilakukan sebanyak Rp 4.400-an triliun. Separuh yang dilaksanakan. Ini luar biasa,” lanjutnya.
Dirinya pun mewanti-wanti para aparat agar segera bertindak agar proyek IKN yang saat ini sedang berjalan tidak berakhir sebagai proyek bagi-bagi keuntungan oleh oknum tertentu.
“Penegak hukum apakah itu KPK, kejaksaan, polisi, harus bahu membahu mengantisipasi, mengerem. Apalagi IKN jangan sampai duit utang menjadi bancaan yang menjadikan anak cucu kita menjadikan beban tersendiri.”
Hibnu lantas menduga apabila praktik korupsi yang dilakukan oleh para oknum dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui pengadaan dan adanya pemberian upeti untuk melancarkan suatu proyek tertentu.
“Sepertinya seperti itu, pertama yang bertanggung jawab adalah kementerian yang melaksanakan. Kedua, kementerian kalau kita lihat modusnya ada permainan dengan vendor, informasi yang bocor, dan lemahnya pengawasan sehingga 36,67 persen itu hilang kepada oknum tertentu,” bebernya
Hibnu lantas mengatakan untuk membongkar praktik-praktik tersebut diperlukan adanya kerja sama dan keberanian dari semua pihak terkait.
“Sangat bisa tergantung mau atau tidak, apalagi terkait politik seperti sekarang ini. Di era sekarang ini penegak hukum tidak hanya paham wilayah hukum tapi keberanian. Memang ini data intelijen, tapi ini suatu kondisi yang darurat korupsi. Sehingga tidak menjadikan situasi yang gamang, menduga-duga,” tutupnya. [ran]