(IslamToday ID) – Guru Besar Perbandingan Antropologi Politik di Universitas Amsterdam Prof Ward Berenschot mengungkapkan kekhawatiran rezim Jokowi apabila pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) memenangkan Pemilu 2024. Ia mengatakan ketakutan terbesar adalah masalah ekonomi.
“Saya kira yang mereka khawatirkan paling pokok bisnisnya akan terganggu. Ada juga beberapa hal yang Jokowi dan beberapa orang mau proyek IKN tetap dilanjutkan,” kata Ward dikutip dari YouTube Nur Hidayat Sardini, Senin (15/1/2024).
Karena, kata Ward, banyak orang yang diuntungkan dengan mudahnya akses terhadap proyek, peluang bisnis, dan adanya hubungan dekat dengan penguasa.
“Jadi mereka takut kalau Anies menang akan muncul peluang untuk elite ekonomi lain yang akan memanfaatkannya dan mengakibatkan bisnis mereka rugi,” lanjutnya.
Peneliti senior di lembaga KiTLV, Leiden, Belanda, ini sudah melihat ada upaya real dari rezim Jokowi untuk melemahkan oposisi terlebih saat ini di Pemilu 2024.
“Anies calon oposisi sekarang dan itu alasannya mengapa kubu Jokowi memang berupaya untuk melemahkan posisinya. Mereka tidak mau ada calon oposisi yang muncul dan menang,” tuturnya.
Jokowi, ungkap Ward, melemahkan Anies dengan cara mengungkap kasus korupsi yang memang tidak terlalu real lewat KPK. Kemudian menyerang pengusung Anies, yakni Surya Paloh dan Partai Nasdem.
“Ada balas dendam (rezim Jokowi). Mereka sedang membuat bisnis Surya Paloh rugi karena mendukung ini (Anies). Ini tidak demokratis, seharusnya orang bebas mendukung siapa pun supaya ada alternatif,” jelasnya.
Ia kemudian melihat apabila nantinya Anies tersingkir dan hanya ada dua pilihan Prabowo atau Ganjar dan siapapun nanti yang menang, maka politiklah yang menang. “Kartel politik tetap menang baik yang menang Ganjar atau Prabowo, kartel di balik kekuasaanlah yang menang,” ujarnya.
Kemunduran demokrasi di Indonesia sendiri, menurutnya, tidak terlepas dari tren kemunduran yang terjadi di kancah internasional.
“Jadi banyak negara, kualitas demokrasinya turun. Termasuk Indonesia. Kebebasan ekspresi beropini turun, adanya upaya untuk melemahkan oposisi yang sedang naik, juga kemandirian lembaga yang menjaga demokrasi turun,” paparnya.
Ward lantas mengatakan apabila Indonesia ingin keluar dari kemunduran demokrasi saat ini maka cukup sulit.
“Karena ada beberapa faktor besar yang mempengaruhi kemunduran demokrasi di Indonesia, di dunia, menurut saya peran media sosial. Karena itu sudah menjadi alat supaya debat publik di dera post-thruth ini tidak didominasi kabar tidak real atau dengan konten hoaks atau indikasi dukungan yang tidak real karena dibayar, buzzer. Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan kesadaran publik dengan tidak langsung percaya dengan yang Anda lihat,” ucapnya. [ran]