(IslamToday ID) – Aktivis senior Syahganda Nainggolan memberikan respons positif terhadap penampilan Capres Anies Baswedan dalam debat terakhir capres-cawapres yang digelar pada Ahad (4/2/2024) malam.
“Super excellent,” kata Syahganda dikutip dari YouTube tvOneNews, Senin (5/2/2024).
Meski secara keseluruhan, menurutnya, dalam debat terakhir dengan mengusung tema “Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi” ada yang kurang.
“Hari ini debat itu kurang satu. Kurang retorik. Debat itu ada tiga, logic, dialektis, retorik,” terangnya.
Ia mengatakan penampilan Anies sempurna karena sudah masuk dalam tataran retorik pada debat-debat yang berlangsung sebelumnya hingga membuat kubu lawan terintimidasi.
“Hingga Pak Prabowo akhirnya stres hingga besok-besoknya ngejek-ngejek Anies Baswedan. Kita lihat dengan peristiwa itu kampus-kampus marah dengan situasi demokrasi yang ada,” jelasnya.
Menurut Syahganda, pada debat terakhir kemarin materi debat Anies masuk dalam paradigma.
“Paradigma itu ketika dia mengatakan tidak akan mungkin keadilan sosial itu. Tidak akan mungkin human development, social development itu terjadi apabila ketimpangan sosial akibat segelintir orang menguasai ekonomi akibat kota-kota besar yang ekonominya tumbuh, akibat ketimpangan di mana-mana. Itu adalah paradigma,” paparnya.
Dengan kata lain, lanjutnya, sisi pembangunan sosial menurut Anies tidak boleh lepas dari pembangunan ekonomi.
“Artinya tidak boleh ada segelintir orang mengakumulasi kapital untuk mengontrol permainan negara ini, sehingga pembangunan sosialnya menjadi hancur,” ucapnya.
Dalam debat, Anies juga menyampaikan persoalan bansos. “Yang dipersoalkan tadi bansos, persoalan kemanusiaan jangan sampai dibuat di Istana. Rakyat itu jangan dibuat seperti zaman kolonial mengemis-ngemis sama presiden. Itu kritikan yang tajam sekali. Jangan sampai presiden menjajakan bansos, lebih baik kepala desa saja,” katanya.
Kritik selanjutnya yang disampaikan Anies dalam debat, sambungnya, soal komersialisasi pendidikan. “Kritik ketiga yang terpenting adalah soal demokrasi, itu sama dari Pak Ganjar dan Pak Anies itu bahwa ketika ada budayawan yang mau mengekspresikan dirinya dalam konteks budaya kritis, justru dilaporkan oleh kubu 02,” pungkasnya. [ran]