(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara Feri Amsari menyatakan baru-baru ini pihaknya kembali menemukan penggelembungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang terjadi di 16 provinsi di Indonesia.
“Ada perkembangan baru temuan kami soal penggelembungan suara. Temuan kami sekarang kalau digambarkan dalam bentuk peta itu terjadi di 16 provinsi di 83 kabupaten/kota. Jadi cukup merata penggelembungan suara di TPS seluruh Indonesia,” kata Feri dikutip dari YouTube Satu Visi Utama, Senin (26/2/2024).
Dirinya lantas mempertanyakan kevalidan sistem aplikasi perhitungan suara milik KPU, Sirekap. Demikian juga kepada kinerja KPU yang terkesan melakukan pembiaran terhadap kesalahan yang dilakukan Sirekap.
“Kami semakin yakin dangan pola penggelembungan yang semakin merata. Ini diyakini ada kesengajaan, oleh sebab itu kalau dirangkai mengapa KPU enggan melakukan audit forensik IT-nya. Dugaan kami memang dari pola peta itu ada menyengajakan upaya penggelembungan suara itu,” paparnya.
Feri juga menyinggung soal temuan-temuan lain. Selain salah input, faktor lain dari kecurangan yang terjadi yakni mengenai C1 juga diduga menjadi faktor kecurangan lainnya.
“Seperti yang diungkapkan di film (Dirty Vote) bahwa ini akan berlangsung satu putaran dan angkanya lebih dari 50 persen. Mengapa angkanya 58 persen? Ini berkaitan dengan logika norma yang ada dalam undang-undang,” ujarnya.
“Kalau angkanya 51, 52 maka dengan kekacauan di lapangan yang terjadi saat ini terlalu mudah bagi pihak-pihak yang dikalahkan untuk membuktikan selisih suara itu untuk diturunkan oleh MK. Untuk itu ditingkatkan jauh di 58-59 persen, agar kemudian orang mengalami kesulitan membuktikan angka hasil karena mencapai 16 jutaan suara,” sambungnya.
Lebih lanjut Feri memaparkan, sulitnya angka hasil untuk dibuktikan lantaran dalan undang-undang MK yang baru diatur mekanisme penentuan perselisihan hasil pemilu.
“MK hanya akan bicara hasil, sementara bicara administrasi terstruktur, sistematis, dan masif itu diserahkan ke Bawaslu. Di titik itulah orang yang akan melakukan kecurangan dengan masif akan diuntungkan di MK, karena akan keletihan membuktikan 16 jutaan suara di ruang sidang MK,” tuturnya. [ran]