(IslamToday ID) —– Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) memberikan tiga catatan penting terkait hebohnya hasil quick count pemilihan presiden (pilpres) tahun 2024 milik sejumlah lembaga survei. Hal ini disampaikan dalam hasil analisisnya berjudul ‘Memaknai Hasil Pemilu 2024: Popular Wisdom atau Manipulasi Kekuasaan’.
Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto mengingatkan bahwa hasil pemilu 2024 belum keluar. Bagaimanapun hasil resmi pemilu baru keluar pada Maret nanti, jika mengacu pada tanggal KPU maka terjadwal pada Rabu, 20 Maret 2024.
“Pertama-tama catatan bahwa pemilu kita belum keluar hasilnya jadi yang keluar adalah hasil dari quick count, hasil resmi masih menunggu penghitungan dari KPU yang kemungkinan akan keluar pada bulan Maret,” kata Wijayanto dilansir dari channel youtube LP3ES yang disiarkan pada Ahad, 18 Februari 2024.
Ia juga mengkritik aksi deklarasi kemenangan yang dilakukan oleh pasangan calon presiden/ calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Deklarasi dengan modal keunggulan suara versi hasil quick count lembaga survei tersebut dinilai tidak elok.
“Saya pikir tidak elok saat ini untuk kemudian mendeklarasikan kemenangan,” ungkap Wijayanto.
“Kita ingat pada malam hari itu ya, ketika quick count keluar pada sore harinya,” jelasnya.
Wijayanto memberikan sejumlah catatan terkait quick count Pilpres 2024. Meskipun hasil quick count pilpres pada dasarnya merupakan hasil dari kegiatan ilmiah.
“Jadi kita mempercayai bahwa metodologi dari quick count itu reliable (bisa dipercaya). Hanya saja kita (LP3ES) memberikan catatan,” ujar Wijayanto
Catatan pertama, lembaga survei penyelenggara quick count harus bisa menjunjung tinggi etika ilmiah. Salah satu etika ilmiah yang dimaksud ialah mengumumkan kepada publik akan sumber pendanaan quick count.
“Supaya kita mengetahui apakah disana terjadi conflict of interest, konflik kepentingan apa tidak,” ucap Wijayanto.
“Sehingga publik bisa waspada kemudian sehingga mendidik publik untuk kritis,” terangnya.
Catatan kedua, Wijayanto menegaskan perbedaan mendasar antara survei dan quick count. Survei seringkali bermaksud untuk mempengaruhi opini publik sementara quick count adalah hitung cepat.
“Jika quick count apa adanya tentang hitung cepat hari itu sedang survei masih bertanya tentang pendapat orang,” tutur Wijayanto.
Catatan ketiga, ialah terkait tren horse race journalism atau jurnalisme pacuan kuda yang terjadi ketika para kandidat capres/cawapres saling mempublikasikan hasil survei. Para kandidat saling mengklaim kemenangannya berdasarkan hasil surveinya masing-masing.
“Dalam konteks menuju pemilu ada problem yang kita sebut sebagai horse race journalism. Yaitu pengumuman siapa calon yang saat itu memimpin survei dalam menurut opini publik dan kemudian diikuti oleh sorak sorai dari para pendukungnya,” tandas Wijayanto. [khs]