(IslamToday ID) – Dewan Pakar Timnas AMIN Refly Harun mengatakan pengguliran hak angket di parlemen untuk menggugat hasil Pemilu 2024 hanya menunggu sikap dari PDIP dan Megawati Soekarnoputri.
“Karena kalau PDIP tidak mendukung hak angket maka tidak bisa diterima, karena minoritas kalau hanya mengandalkan Koalisi Perubahan,” kata Refly dikutip dari YouTube METRO TV, Senin (26/2/2024).
Ia menyebut saat ini Koalisi Perubahan hanya memiliki 126 kursi di parlemen, tetapi jumlah ini akan mencukupi apabila PDIP dan PPP bergabung.
“Tapi kalau ditambah PDIP dan PPP itu jumlahnya 314. Sudah mayoritas karena sudah melawan 291. Jadi soal hitung-hitungan angka saja tentu Koalisi Perubahan tidak bisa maju sendiri. Cuma masalahnya, paradoksnya adalah hak angket ini digulirkan capres 03 tapi justru sekarang sedang menunggu,” jelas ahli hukum tata negara ini.
Refly lantas menduga banyaknya faktor pertimbangan yang membuat hingga sekarang PDIP belum memberikan lampu hijau terhadap hak angket.
“Kita lihat fenomena politik lapisan-lapisan, tentu saya juga tidak masuk ke dalamnya. Tetapi kalau kita tahu informasinya ada pertemuan antara JK dan Megawati yang kemudian tidak jadi, barangkali ada hasil Pileg yang masih kejar-kejaran mematikan PDIP, masih menang lagi atau tidak. Hitung-hitungan Pileg dan Pilpres PDIP yang Pilpres angkanya jauh sedangkan Pileg masih unggul. Faktor-faktor itu yang mungkin bikin Megawati belum bereaksi menurut saya,” tuturnya.
Disinggung mengenai judul angket yang nantinya akan digulirkan, Refly berpendapat itu tidak terlalu penting.
“Judul itu tidak terlalu penting, (yang penting) esensinya. Angket itu kan dua, kebijakan pemerintah yang penting dan strategis yang berdampak bagi kehidupan bangsa dan negara dan diperkirakan ada pelanggaran hukumnya. Karena ada hak untuk menyelidiki. Kedua adalah pelaksanaan UU No 7 Tahun 2017 (tentang Pemilu),” ungkapnya.
“Kalau kita kaitkan dengan dua tema itu adalah apakah pemilu itu sudah dilaksanakan dengan jujur dan adil? Apakah pemilu kita sudah berlangsung secara konstitusional? Apakah UU No 7 Tahun 2017 itu sudah dilakukan dengan sebaik-baiknya?” urainya.
Pada intinya, jelas Refly, hak angket itu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan publik. Karena angket itu dikaitkan dengan kebutuhan publik.
“Karena warga negara yang memiliki saham utama untuk mendapatkan pemilu yang jujur dan adil, tidak hanya sekadar jadi peserta pemilu,” pungkasnya. [ran]