(IslamToday ID) – Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan partai dengan persentase suara terbanyak dalam pemilu belum tentu akan mendapat kursi banyak pula di parlemen. Seperti diketahui saat ini PDIP memperoleh suara 16 persen, Golkar 15 pesen, dan Gerindra 13 persen.
Hal ini dikatakan Adi berdasarkan pada Pemilu 2019 silam di mana perolehan suara Gerindra lebih besar dari Golkar, namun anggota legislatif Golkar lebih banyak yang duduk di Senayan ketimbang Gerindra.
“Kita tidak pernah tahu bagaiman persentase ini dikonversi menjadi suara di DPR. Saya ingat betul di Pemilu 2019 lalu di mana persentase antara Gerindra dan Golkar itu lebih banyak Gerindra, tapi ketika konversi suara lebih banyak Golkar kursinya di DPR,” kata Adi dikutip dari YouTube tvOneNews, Rabu (20/3/2024).
“Nanti akan dilihat apakah persentase perolehan suara ini akan in line dengan perolehan suara anggota dewan di setiap dapil itu. Karena itu akan menentukan siapa yang sebetulnya juara perolehan kursinya di DPR itu lebih kuat dibandingkan yang lain,” sambungnya.
Adi menuturkan salah satu faktor yang menjadi penentu perolehan kursi di DPR adalah perolehan suara di sebaran provinsi.
“Kalau 16 persen yang dimiliki PDIP tapi dia tidak menyebar di semua daerah pemilihan, maka akan sangat mungkin disalip oleh Golkar meski Golkar persentasinya hanya 15 persen, tapi di setiap dapil dia mendapatkan kursi (satu anggota dewan). Ini nanti yang akan dihitung bagaimana strategi konversi suaranya,” jelas Adi.
Ia juga menyinggung apabila PPP pada akhirnya tidak lolos parlementary threshold tentu juga akan mengubah konstelasi politik.
“Ada yang mengatakan kalau PPP tidak lolos, maka suara sisa yang diperebutkan itu akan sangat mungkin Golkar yang lebih unggul dibandingkan dengan yang lain. Artinya, faedah yang didapat jika PPP tidak lolos yang akan mendapatkan pertama Golkar, kedua PDIP, ketiga baru Gerindra. Karena di sisa suara yang akan dikonversi itu memang banyak caleg PPP rebutan suaranya itu dengan ketiga partai tersebut,” bebernya.
Sementara menurut UU MD3 pemenang pileg secara otomatis akan menjadi pimpinan DPR. “Tinggal nanti bagaimana mekanisme penghitungan siapa yang akan menjadi wakil dan seterusnya.”
“Tapi sekali lagi kalau mengacu pada Pemilu 2014 saat itu PDIP unggul, pilegnya melampaui yang lain, tapi ketua DPR-nya Golkar tentu dengan cara UU MD3 itu harus diubah,” pungkasnya. [ran]