(IslamToday ID) – Mantan Menko Polhukam yang juga Cawapres 03 Mahfud MD mengaku belum kalah meski KPU telah menetapkan hasil perolehan suara terbanyak Pilpres 2024 adalah paslon 02 Prabowo-Gibran.
Itulah alasan mengapa hingga hari ini kubu 03 belum memberikan selamat kepada pemenang pilpres, lantaran pihaknya masih akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa dugaan kecurangan pemilu.
“Karena ini sedang pemilu dan menuju titik-titik akhir proses penentuan hasil pemilu. Jadi belum kalah juga karena menurut mekanisme yang disediakan oleh konstitusi dan prosedur hukum, masih ada titik yang agak jauh untuk menentukan kekalahan dan kemenangan. Meski spekusi berdasar hari ini orang sudah mengatakan ini yang kalah ini yang menang, tapi sebenarnya masih ada dua jalur, jalur hukum dan politik,” kata Mahfud dikutip dari YouTube Prof Rheinald Kasali, Rabu (27/3/2024).
Ia mengaku pihaknya memilih jalur hukum untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat agar di masa depan tidak timbul kepercayaan bahwa jabatan-jabatan politik hanya bisa diraih oleh orang-orang tertentu.
“Kalau melihat yang terakhir ini tampaknya jabatan politik itu bisa diraih melalui kekuasaan, orang yang dekat dengan kekuasaan, pemegang kekuasaan, keluarga, atau teman-teman yang sedang berkuasa dan orang yang punya uang,” ujarnya.
Ini tentu menjadi pelajaran buruk apabila nantinya generasi mendatang berpikir untuk menjadi politisi yang bisa menduduki jabatan di Indonesia syaratnya hanya memiliki uang, itu berbahaya bagi masa depan bangsa.
“Jadi tidak ada lagi nilai moral, etik, dan sebagainya. Oleh sebab itu apa pun hasil yang diperoleh dari peradilan di Mahkamah Konstitusi (MK) tetap akan kami tempuh, karena bagi kami yang belajar hukum tata hegara, MK adalah panggung terakhir untuk penyadaran hukum kepada masyarakat di negara yang bersangkutan, tapi juga di seluruh dunia,” jelasnya.
Jadi pada akhirnya, ucap Mahfud, proses di MK bukan sekadar untuk mendapatkan kemenangan tapi untuk mengedukasi publik dengan melihat fakta-fakta yang terjadi selama proses penyelenggaraan pemilu. “Benar itu tidak harus di dalam vonis hakim, tapi kesadaran publik,” pungkasnya. [ran]