(IslamToday ID) – PDIP dan PKS dinilai sulit untuk kompak seandainya kedua partai tersebut menjadi oposisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebab, basis ideologi PDI-P dan PKS sangat berbeda, bahkan bertentangan.
“PDIP dan PKS ibarat air dan minyak, basis ideologinya sangat berbeda, bahkan bertolak belakang,” kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam dikutip dari Kompas, Jumat (26/4/2024).
Ia mengatakan, PDIP dan PKS memang berpeluang memainkan peran kritis dalam konteks kebijakan publik. Namun, keduanya diyakini akan kesulitan untuk membangun gerakan politik oposisional yang solid dan memadai lantaran ada akar faksinalisme akut akibat perbedaan ideologi.
“Jika PKS dan PDIP menjadi kekuatan oposisi, maka hal itu akan menguntungkan pemerintahan Prabowo-Gibran,” ujar Umam.
Di sisi lain, koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran semakin gemuk dengan tambahan dukungan Partai Nasdem dan PKB.
Sebelumnya, pada Pilpres 2024, Nasdem, PKB, dan PKS tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Umam mengatakan, Koalisi Indonesia Maju memang masih membutuhkan kekuatan tambahan. Sebab, gabungan suara empat partai pengusung, yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PAN hanya menghasilkan 43,18 persen kekuatan di parlemen atau setara 48,2 persen kursi DPR RI.
Untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dalam transisi kekuasaan, menurut Umam, dibutuhkan setidaknya 60 persen kekuatan parlemen. “Dalam konteks ini, pendekatan Prabowo dengan Nasdem dan PKB setidaknya akan menggenapkan kekuatan politik pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi sekitar 70 persen,” ujarnya.
Seandainya gugatan perselisihan hasil pemilu umum (PHPU) yang diajukan PPP dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan PPP merapat ke Prabowo-Gibran, koalisi ini bakal kian besar dengan kekuatan parlemen sekitar 74 persen.
Umam menilai, jumlah tersebut sudah lebih dari cukup untuk sebuah pemerintahan dengan sistem presidensial yang berada di tengah sistem multipartai. “Selanjutnya, pemerintahan Prabowo-Gibran hendaknya tetap membuka ruang bagi hadirnya kekuatan oposisi yang memadai, untuk menjaga cheking and balancing system dalam mekanisme demokrasi dan tata kelola pemerintahan,” tutur dosen Universitas Paramadina itu. [wip]