ITD NEWS — Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Atal S Depari meminta kepada Presiden Jokowi untuk tidak menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai alat untuk memenjarakan para wartawan. Aspirasi tersebut disampaikan langsung pada Hari Pers Nasional 2023 yang berlangsung di Medan pada Kamis, 9 Februari 2023.
“Mohon Bapak Presiden, KUHP jangan sekali kali digunakan untuk memenjarakan wartawan. Ini aspirasi kami semua dan saya yakin presiden dan para menteri, TNI, Polri mau mendengarkan aspirasi komunitas pers ini,” kata Atal dilansir dari cnnindonesia, Kamis (9/2/2023).
Atal pada kesempatan tersebut juga mengingatkan kepada para jurnalis untuk menjalankan Kode Etik Jurnalistik dalam melakukan proses kerja jurnalistik. Ia juga menegaskan peran penting insan pers untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara.
“Kita selalu berkomitmen menjalankan kode etik jurnalistik (KEJ) dan proses kerja jurnalistik. Sebagai insan pers harus jaga komitmen sebagai garda terdepan dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara,” ujar Atal. “Kita tak boleh terjebak euforia arus informasi medsos yang susah dipertanggungjawabkan kebenarannya. Mari kita dorong Dewan Pers agar selalu menjaga pers sebagai pilar demokrasi,” tegasnya.
Dilansir dari kompastv, 7 Desember 2022, Dewan Pers telah menyampaikan keberatannya atas disahkannya UU KUHP pada 6 Desember 2022 oleh DPR. Dewan Pers dalam catatannya menyebut ada 17 pasal di 11 kluster yang berpotensi merenggut kebebasan pers.
Berikut deretan pasal-pasal tersebut:
1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembanagn ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme.
2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran
10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
11. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.