ITD NEWS — Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memberikan tanggapannya terkait banyaknya penolakan terhadap RUU Omnibus Law Kesehatan. Ia berdalih bahwa RUU tersebut lahir karena Indonesia mengalami kekurangan dokter, terutama di daerah-daerah pelosok.
“Dokter asing sama diaspora. Kita kurang orang masa dilarang-larang?,” kata Budi dilansir dari kumparancom, Senin 17 April 2023.
Budi pun mencontohkan kasus kelahiran bayi yang membawa penyakit bawaan di Indonesia. Ketiadaan dokter yang cukup menangani membuatnya memutuskan perlunya impor dokter spesialis.
“Kita bayi lahir 1,4 juta tiap tahun, sama kayak Singapura. 1 dari 100 punya jantung bawaan. Tiap tahun 12 ribu. Mesti diapain? Dokter bilang treatment jelas. Dioperasi. Enggak semua orang bisa,” ujar Budi.
Budi pun meminta pihak-pihak yang melakukan somasi agar tidak membully keputusannya tersebut. Ia ingin agar kedatangan dokter asing di Indonesia tidak membuatnya diragukan sikap nasionalismenya.
“Yang sibuk somasi, aku tuh punya opsi tiga. Diemin aja, percepat spesialis pediatri meski lama, atau saya datengin dokter spesialis dari luar negeri yang bisa selamatkan 6 ribu bayi. Ketiga pasti aku dibully, nggak nasionalis, antek asing. Tapi aku akan pilih nomor tiga. Karena aku dipilih presiden yang dipilih ratusan juta rakyat. Tolong jangan halangi aku cegah 6 ribu bayi mati,” tegas Budi.
Salah satu pihak yang menentang RUU Omnibus Law Kesehatan ialah para dokter gigi di Sulawesi Barat yang tergabung dalam Persatuan Dokter Gigi Indonesia Sulawesi Selatan Barat (PDGI Sulseslbar). Mereka menilai keberadaan RUU tersebut sebagai ‘jalan tol’ bagi para dokter asing.
Dilansir dari Tribun Timur (8/4/2023), PDGI Sulselbar dalam suratnya yang ditandatangani oleh Ketua Umum PDGI Sulselbar Dr drg Asdar Gani MKes, sebagai berikut:
“Pada draft RUU Omnibuslaw Kesehatan pada pasal 234 ayat 4, memberikan peluang bagi Warga Negara Asing untuk berpraktek di Indonesia, tanpa ada kontrol dari institusi yang melakukan pengawasan dan kontrol dari organisasi profesi dan kolegium. Hal ini berimbas pada kemungkinan masuknya dokter yang komptensinya meragukan, bahkan mungkin bisa abal-abal. Kondisi ini bisa membahayakan masyarakat kita. Kekhawatiran kami didasari pada beberapa kasus yang ditemukan oleh kolegium spesialis , ada oknum yang hanya melaksanakan kursus di luar negeri tetapi kemudian ingin disahkan sebagai spesialis.”